"Sunjaya pernah dipidana dalam kasus pemalsuan surat keterangan pensiun dini pada saat pencalonannya sebagai bupati dan wakil bupati Cirebon tahun 2008," kata salah seorang tim kuasa pasangan Hebat, Iwan Gunawan saat membacakan gugatan di ruang sidang MK, kemarin (16/1).
Dalam putusan Mahkamah Militer Nomor Kep/134/IV/2012/, kata Iwan, menyatakan bahwa terdakwa dengan sengaja memakai surat yang dipalsu seolah-olah benar dan tidak palsu jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Hingga hari ini Sunjaya Purwadi. lanjut Iwan, tidak pernah mempublikasikan di media massa bahwasannya yang bersangkutan pernah dihukum atau membuat pernyataan pernah dipidana. Begitupun dengan calon wakil bupati Tasiya Soemadi adalah mantan narapidana berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 865 K/Pid/2008 tertanggal 14 Januari 2009. Iwan juga mengatakan, Tasiya Soemadi diduga menggunakan ijazah palsu dalam pencalonannya.
"Setelah tim kami melakukan investigasi ke PKBM Kuncup Mekar Caringin Bandung, ternyata ijazah tersebut tidak pernah ada di sana," kata Iwan.
Iwan meminta karena ada kebohongan publik atau ketidakjujuran dari salah satu pasangan calon maka surat keputusan KPU Kab. Cirebon nomor 24/Kpts/KPU-Kab Crb/VIII/2013 tentang penetapan calon dibatalkan.
Permohonan yang diajukan pasangan Hebat bernomor urut 6 tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 6/PHPU.D-XII/2014. Dalam permohonannya ke MK, Pemohon mendalilkan telah terjadi pelanggaran yang bersifat administratif, masif, terstruktur dan sistematis dalam pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Cirebon Putaran Kedua yang berlangsung 29 Desember 2013 lalu.
Pelanggaran pertama yang menjadi keberatan Pemohon adalah penentuan waktu penyelenggaraan pemungutan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cirebon (Termohon). Menurut Pemohon, waktu tersebut telah terlambat 10 hari sejak batas akhir. Akibatnya, keterlambatan tersebut Pemohon nilai telah menyebabkan Pemilukada tersebut cacat formil dan prosedur.
Pemohon juga menemukan bahwa KPU telah dengan sengaja tidak membagikan undangan memilih sehingga pendukung Pemohon tidak dapat ikut mencoblos dan partisipasi pemilih menjadi sangat rendah. Dari 1.703.288 pemilih yang terdaftar di DPT, hanya 788.500 pemilih yang menggunakan hak pilih aktifnya. Dengan demikian Pemohon menilai, legitimasi politik kepala daerah yang akan datang akan sangat lemah.
Terlebih, para pemilih yang tidak mendapat undangan tersebut mayoritas adalah pendukung Pemohon yang tinggal di kantong-kantong massa dari Pemohon. Selain itu, Pemohon juga menuding KPU sengaja membiarkan keberadaan pemilih siluman yang hanya menggunakan KTP tanpa menunjukkan Kartu Keluarga untuk dapat memilih di TPS dimana dirinya tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap.
[wid]
BERITA TERKAIT: