"Penguasa saat itu memberi kekhususan kepada Bank Century," kata ekonom Ichsanuddin Noorsy usai diperiksa sebagai saksi ahli di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (20/11).
Kendati begitu, saat disinggung siapa penguasa tersebut, dia tak menyebutkannya. Dia menyarankan untuk mengkonfirmasi langsung hal itu kepada penyidik KPK.
Ichsanuddin melanjutkan, penyelamatan Bank Century seharusnya didasarkan pada data paling mutakhir. Misalnya, neraca harian yang harus diperoleh oleh otoritas pengambil kebijakan. Tapi, kenyataannya pada saat Bank Century diselamatkan data mutakhir tersebut tisak ada.
"Neraca harian gak ada. Sehingga angkanya dari Rp 632 miliar muncul menjadi Rp 1,7 triliun bahkan di 23 November menjadi Rp 2,7 trilliun posisinya," jelasnya.
Menurut dia, yang paling menarik adalah struktur dana talangan yang berjumlah Rp 6,762 triliun itu ada tiga kali penempatan dalam rangka memenuhi car dari negatif menjadi positif.
"Yang pertama car negatif menjadi positif, yang kedua, yang ketiga, dan keempat. Itu artinya sama sekali tidak didasarkan pada neraca harian. Tidak didasarkan pada
cut off pada saat posisi Century harus diselamatkan. Nah ini melanggar prinsip kehati-hatian," demikian Ichsanuddin Noorsy.
Ichsanuddin sendiri hari ini diperiksa KPK sebagai saksi ahli dalam kasus dugaan korupsi pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Dia dimintai keahliannya dalam menilai kondisi ekonomi apakah pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tepat atau tidak.
[rus]
BERITA TERKAIT: