Langkah tersebut dinilai sebagai upaya baru Starmer untuk menjangkau pemilih muda di tengah menurunnya popularitas pemerintahannya.
Juru bicara kantor perdana menteri mengatakan bahwa peluncuran akun ini dilakukan dengan pengamanan ketat.
“Keamanan telah diterapkan untuk mengoperasikan akun Perdana Menteri,” ujarnya, menegaskan bahwa penggunaan TikTok tetap berada dalam pengawasan, seperti dikutip dari
AFP, Selasa, 9 Desember 2025.
Dalam video pertamanya, Starmer mengajak publik mengikuti akun tersebut.
"TikTok, follow me,” ucapnya sambil tampil bersama sang istri pada acara penyalaan lampu Natal di Downing Street.
Video lainnya menampilkan momen Starmer menyambut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, sebelum bergabung dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Friedrich Merz untuk membahas proposal perdamaian Ukraina.
Pemerintah Inggris sendiri telah melarang penggunaan TikTok pada perangkat pemerintah sejak Maret 2023 karena kekhawatiran keamanan data terkait perusahaan induknya yang berbasis di China, ByteDance.
“Pembatasan penggunaan aplikasi pada sebagian besar perangkat pemerintah tetap berlaku dan tidak ada perubahan kebijakan keamanan terkait TikTok,” kata juru bicara Starmer.
Terlepas dari larangan itu, peluncuran akun ini dipandang sebagai strategi komunikasi politik. Starmer baru-baru ini juga meluncurkan newsletter di platform Substack untuk menyampaikan agenda pemerintah.
“Komunikasi sedang berubah, dan saya ingin menjadi bagian dari itu. Itulah alasan saya kini berada di Substack," tulis Starmer.
Upaya lain terlihat dari keterlibatan influencer, termasuk memberikan kursi baris depan kepada dua kreator konten keuangan pada konferensi pers terbaru.
Pemerintah tampaknya berharap pesan-pesan kebijakan dapat sampai lebih cepat ke kelompok pemilih muda melalui platform digital.
TikTok tetap menjadi salah satu aplikasi media sosial paling populer di dunia, dengan sekitar 1,5 miliar pengguna global dan lebih dari 30 juta pengguna aktif di Inggris.
Dengan masuknya Starmer, ia mengikuti jejak sejumlah pemimpin dunia lain, termasuk Macron, Presiden AS Donald Trump, dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, yang sebelumnya sudah lebih dulu hadir di platform tersebut.
BERITA TERKAIT: