Dalam rangkaian The Investment COP di Brasil baru-baru ini, Sultan menyebut banyak negara masih terjebak pada pola pembangunan yang tidak memperhitungkan keseimbangan ekologis. Padahal praktik tersebut telah melahirkan kerusakan lingkungan, ancaman pangan, hingga masalah kesehatan.
“Demokrasi yang mengabaikan keberlanjutan lingkungan pada akhirnya akan gagal,” ujar Sultan dalam siaran persnya, Sabtu, 15 November 2025.
Sultan lantas menyinggung posisi Indonesia yang telah mendeklarasikan Hari Demokrasi Hijau pada 9 November 2025 lalu. Tahun depan, DPD berencana menyelenggarakan Konferensi Dunia Demokrasi Hijau tentang Hutan Tropis sebagai bagian dari diplomasi hijau parlemen.
Dalam forum tersebut, Sultan memaparkan tiga rancangan undang-undang yang kini menjadi prioritas legislasi nasional: RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat, dan RUU Daerah Kepulauan. Ketiganya diklaim sebagai landasan penting dalam transisi menuju ekonomi hijau.
Indonesia juga telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110/2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang membuka peluang investasi luas di sektor energi terbarukan.
Dengan proyeksi kebutuhan listrik nasional mencapai lebih dari 330 gigawatt pada 2045, Indonesia punya ruang sangat besar bagi investor energi hijau.
“Langit adalah batasnya bagi investasi energi hijau di Indonesia,” kata Sultan.
Di akhir pernyataannya, Sultan menyerukan negara-negara peserta COP mengedepankan tindakan nyata dalam mitigasi perubahan iklim.
“Saatnya melangkah bersama, bukan hanya dengan deklarasi, tetapi dengan aksi yang terukur,” tutup Sultan.
BERITA TERKAIT: