Presiden AS, Donald Trump, baru saja mengeluarkan kebijakan yang melarang Harvard menerima mahasiswa asing, termasuk dari Indonesia.
Keputusan ini mengancam keberlangsungan studi 87 mahasiswa Indonesia yang saat ini terdaftar di kampus bergengsi tersebut.
Menanggapi situasi ini, mantan Duta Besar RI untuk AS, Dino Patti Djalal, menyuarakan keprihatinannya secara terbuka melalui media sosial X.
Dalam cuitannya yang dikutip pada Jumat, 30 Mei 2025, Dino meminta Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, untuk segera mengambil tindakan diplomatik serius.
“Yth Pak @Menlu_RI Sugiono, sudah waktunya Anda menghubungi Menlu AS Marco Rubio untuk menyampaikan keprihatinan resmi atas kebijakan visa yang mengancam mahasiswa Indonesia,” tegas Dino.
Ia menekankan bahwa langkah diplomasi yang hanya dilakukan oleh pejabat tingkat bawah tidak akan cukup.
“Demarche dari pejabat di bawah saja tidak cukup. This is a test of your leadership. Be the voice of our youth, our people. Find a solution. Jangan nunggu atau lirik langkah negara lain," kata Dino.
Dino juga meminta agar Sugiono berkomunikasi dengan Marco Rubio dengan kepala dingin namun penuh ketegasan, sekaligus menuntut komitmen AS dalam menjaga hubungan kemitraan strategis RI-AS, terutama di bidang pendidikan.
Menurutnya, penting bagi Indonesia menunjukkan posisi sejajar dengan Amerika Serikat, demi menjaga harga diri dan kepentingan nasional.
"Hubungi Marco Rubio, dengan kepala dingin, namun tegas, tagih komitmen ybs utk jaga Kemitraan RI-AS terutama di bidang pendidikan. Tunjukkan bahwa Indonesia dan AS sejajar. Respectfully," tutupnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI, Stella Christie, telah memberikan imbauan resmi kepada para mahasiswa Indonesia di AS, khususnya mereka yang memegang visa F, M, dan J.
Dalam pernyataan yang diunggah melalui akun Instagram resmi Kemendik Saintek, Stella mengingatkan agar para mahasiswa tidak bepergian ke luar wilayah AS hingga ada kepastian lebih lanjut terkait kebijakan imigrasi yang berlaku.
“Bagi adik-adik dan rekan-rekan yang saat ini sudah berada di Amerika Serikat dengan visa F, M, atau J, kami rekomendasikan untuk tetap berada di AS dan tidak melakukan perjalanan ke luar negeri sampai ada kejelasan,” tegasnya.
Stella juga memastikan bahwa pemerintah Indonesia sedang menyusun langkah-langkah strategis untuk menjamin kelanjutan studi para mahasiswa terdampak, termasuk penerima beasiswa Kemendikti-Saintek.
Alternatif yang sedang dipertimbangkan mencakup peluang transfer studi ke universitas-universitas unggulan di negara lain, maupun pembukaan opsi melanjutkan studi di kampus-kampus terbaik dalam negeri.
“Kami bergerak cepat, fokus kami adalah memastikan kelanjutan studi kalian,” pungkas Prof. Stella, menegaskan komitmen kementerian yang dipimpinnya bersama Menteri Brian Yuliarto.
Kebijakan ini bermula dari keputusan Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, yang menuduh sejumlah universitas di AS, termasuk Harvard, terlibat dalam penyebaran kekerasan, anti-semitisme, dan bahkan menjalin kerja sama dengan Partai Komunis China.
Ketika diminta untuk menyerahkan data terkait visa mahasiswa asing, pihak Harvard menolak memenuhi permintaan pemerintah AS.
Menurut catatan
Reuters, untuk periode tahun ajaran 2025-2026, Harvard menampung sekitar 6.800 mahasiswa asing, yang mencakup 27 persen dari total mahasiswa mereka. Dari jumlah tersebut, setidaknya 87 mahasiswa berasal dari Indonesia.
BERITA TERKAIT: