Namun, di tengah eskalasi kekerasan dan blokade yang melanda Gaza, inisiatif ini menuai kritik tajam dari kelompok pro-Palestina di Senegal.
"Ini bukan amal. Ini adalah aksi humas genosida," tegas Saliou Bocoum, anggota koalisi lokal Senegal-Palestina, seperti dimuat
The New Arab (TNA) pada Jumat, 30 Mei 2025.
Sejak 2006, distribusi domba menjelang Tabaski menjadi bagian dari program penjangkauan kedutaan Israel yang disebut sebagai kerja sama pembangunan dengan Senegal.
Namun, tahun ini, tekanan politik global terkait situasi di Gaza membuat aktivitas ini dianggap jauh lebih problematik.
Menurut Bocoum, koalisi mereka telah menyerukan boikot publik sejak 23 Mei. Mereka menolak tidak hanya donasi domba, tetapi juga semua inisiatif kedutaan yang selama ini diterima masyarakat seperti pemberian kurma saat Ramadan, pelatihan pemuda, hingga hadiah untuk para imam.
"Ini adalah aksi humas yang diperhitungkan yang mengeksploitasi kemiskinan kami," lanjut Bocoum. Ia menambahkan bahwa banyak warga Senegal sebenarnya tidak menyadari asal-usul atau makna politis di balik donasi tersebut.
Sebagai negara dengan lebih dari separuh penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, dilema sosial muncul. Bagi sebagian keluarga, menolak sumbangan domba terasa mustahil.
Namun, bagi para aktivis, menerima bantuan itu berarti “memunggungi Palestina” dan “melupakan mayat-mayat di Gaza.”
Sejak Oktober 2023, Israel dilaporkan telah membunuh lebih dari 54.000 orang di Gaza, sementara 2 juta penduduk wilayah tersebut berada dalam risiko kelaparan ekstrem.
Senegal sendiri punya sejarah panjang mendukung perjuangan Palestina. Sejak 1975, Senegal memimpin Komite PBB tentang Pelaksanaan Hak-Hak yang Tidak Dapat Dicabut dari Rakyat Palestina.
Namun, seperti banyak negara Afrika lainnya, Senegal juga menjalin hubungan diplomatik penuh dengan Israel setelah Perjanjian Oslo, sebagian karena dorongan sekutu Barat.
Di tengah konflik Gaza yang kian memanas, para aktivis menuntut sikap tegas dari pemerintah Senegal.
Awal tahun ini, duta besar baru Israel menyerahkan surat kepercayaan kepada Presiden Senegal yang baru terpilih, Bassirou Diomaye Faye, sebuah langkah yang oleh aktivis disebut "sama sekali tidak pantas."
"Kami menganggapnya persona non grata dan menuntut pengusirannya," tegas Bocoum.
Tak berhenti di situ, minggu ini koalisi Senegal-Palestina berhasil memaksa pembatalan konferensi yang rencananya akan digelar duta besar Israel di Universitas Cheikh Anta Diop di Dakar. Mereka juga menyerukan agar Israel dilarang ikut serta dalam Olimpiade Pemuda 2026 yang akan berlangsung di Dakar.
"Sama seperti Rusia yang dilarang mengikuti olahraga internasional," kata Bocoum, menggambarkan tuntutan mereka.
BERITA TERKAIT: