El Salvador Gunakan 252 Napi Deportan AS untuk Nego Maduro

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/hani-fatunnisa-1'>HANI FATUNNISA</a>
LAPORAN: HANI FATUNNISA
  • Senin, 21 April 2025, 10:56 WIB
El Salvador Gunakan 252 Napi Deportan AS untuk Nego Maduro
Napi Venezuela, di Pusat Penahanan Terorisme di Tecoluca, El Salvador, Minggu, 16 Maret 2025/Net
rmol news logo Presiden El Salvador Nayib Bukele secara terbuka menawarkan pertukaran 252 warga Venezuela yang dideportasi ke negaranya oleh Amerika Serikat dengan jumlah tahanan politik yang sama dari rezim Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

Tawaran tersebut disampaikan lewat akun resmi Bukele di platform X (sebelumnya Twitter), di tengah meningkatnya ketegangan seputar deportasi besar-besaran warga Venezuela oleh pemerintahan Donald Trump yang memanfaatkan undang-undang era perang.

"Saya ingin mengusulkan kepada Anda sebuah perjanjian kemanusiaan yang menyerukan pemulangan 100 persen dari 252 warga Venezuela yang dideportasi," tulis Bukele kepada Maduro, seperti dimuat AFP pada Senin, 21 April 2025.

Dikatakan Bukele, ratusan tahanan itu akan dikembalikan ke Venezuela jika Maduro setuju mengembalikan ribuan tahanan politik yang ditahan di sana.

“Tahanan-tahanan ini akan dikirim kembali dengan imbalan pembebasan dan penyerahan jumlah tahanan yang sama dari antara ribuan tahanan politik yang Anda tahan,” tambahnya.

Bukele menegaskan bahwa warga Venezuela yang ia minta untuk ditukar adalah tahanan politik yang tidak melakukan kejahatan apapun, melainkan hanya menyuarakan penentangan terhadap pemerintahan Maduro.

“Tidak seperti tahanan kami, tahanan politik Anda tidak melakukan kejahatan apa pun. Satu-satunya alasan mereka dipenjara adalah karena mereka menentang Anda dan kecurangan pemilu Anda,” kata Bukele.

Ia secara khusus menyebut beberapa nama tahanan politik yang ingin ia bebaskan melalui pertukaran ini, seperti Rafael Tudares, jurnalis Roland Carreno, pengacara Rocio San Miguel, serta para penentang yang kini berlindung di kedutaan Argentina di Caracas.

Langkah Bukele ini menandai langkah diplomasi yang tak lazim namun mencerminkan posisi geopolitik El Salvador yang kian strategis, terutama di tengah hubungan dekatnya dengan pemerintahan Trump dan meningkatnya tekanan terhadap rezim Maduro dari komunitas internasional.

Menurut Bukele, semua warga Venezuela yang dideportasi ke El Salvador merupakan bagian dari operasi melawan kelompok kriminal seperti Tren de Aragua, geng yang kini dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah AS. 

Dalam waktu kurang dari sebulan, 288 migran, termasuk yang diduga anggota geng, telah dikirim ke El Salvador dan ditahan di penjara keamanan maksimum CECOT.

Langkah-langkah deportasi ini mendapat kecaman dari kelompok hak asasi manusia dan diperdebatkan di ranah hukum setelah Mahkamah Agung AS pada Sabtu, 19 April 2025 memerintahkan penghentian sementara deportasi berdasarkan Undang-Undang Musuh Asing tahun 1798, yang terakhir digunakan saat Perang Dunia II untuk menangkap warga Jepang-Amerika.

Mantan Presiden Donald Trump mengecam putusan tersebut di Truth Social.

“Hakim dan Pejabat Penegak Hukum yang LEMAH dan TIDAK EFEKTIF membiarkan serangan jahat terhadap Negara kita ini terus berlanjut," tulisnya.

Namun, banyak pihak menilai Trump telah melanggar prinsip-prinsip hukum dan konstitusi.

"Kita semakin dekat dengan krisis konstitusional,” ujar Senator Demokrat Amy Klobuchar dalam wawancara di CNN.

Kasus Kilmar Abrego Garcia, seorang penduduk Maryland yang dideportasi tanpa dakwaan, menjadi sorotan publik setelah Mahkamah Agung AS memutuskan bahwa pemerintah harus memfasilitasi pemulangannya. 

Senator Chris Van Hollen menantang pemerintah untuk menunjukkan bukti bahwa deportasi tersebut dilakukan sesuai hukum.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA