Penangkapan Imamoglu, yang juga merupakan rival utama Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam jajak pendapat, telah memicu gelombang protes terbesar dalam satu dekade terakhir.
Banyak protes yang berlangsung damai, namun penangkapan massal terjadi di sejumlah kota besar.
Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya, melaporkan bahwa sekitar 1.879 orang telah ditangkap sejak protes dimulai, dengan lebih dari 260 orang dijebloskan ke penjara.
Imamoglu kini ditahan sambil menunggu persidangan atas kasus yang dianggap oleh banyak pihak sebagai usaha politik untuk mengurangi ancaman terhadap Erdogan.
Menteri Kehakiman Turki, Yilmaz Tunc, berbicara kepada media internasional di Istanbul dan mengklarifikasi bahwa penangkapan tersebut dilakukan berdasarkan bukti yang ada.
"Kami tidak menginginkan penangkapan politisi mana pun, tetapi jika ada bukti pelanggaran, maka itu bisa terjadi," kata Tunc, seperti dikutip dari Reuters pada Jumat 28 Maret 2025.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan pengadilan adalah sesuatu yang sah dan wajar mengingat beratnya tuduhan terhadap Imamoglu.
Namun, respon internasional terhadap penahanan ini cukup keras. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengkritik pemerintah Turki dengan menuding adanya serangan sistematis terhadap kebebasan di negara tersebut.
"Turki harus melanjutkan jalur demokrasinya dengan menghormati komitmen yang telah dibuatnya," ujar Macron.
Sementara itu, kelompok hak asasi manusia menyerukan agar Turki menyelidiki dugaan kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan dalam membubarkan demonstrasi.
Turki juga mendapat sorotan terkait kebebasan pers. BBC melaporkan bahwa korespondennya, Mark Lowen, dideportasi setelah meliput protes di Istanbul.
"Kami diberitahu bahwa kami dianggap sebagai ancaman bagi ketertiban umum," ujar Lowen.
Hal ini memunculkan kekhawatiran di kalangan organisasi hak asasi manusia mengenai kebebasan pers di negara tersebut, dengan Reporters Without Borders menempatkan Turki pada peringkat ke-158 dalam indeks kebebasan pers 2024.
Sementara itu, CHP, partai oposisi yang dipimpin Imamoglu, terus menyerukan demonstrasi sebagai bentuk penolakan terhadap apa yang mereka anggap sebagai penindasan politik.
"Kami dihukum hanya karena melaporkan apa yang terjadi di jalanan, kami hanya menjalankan tugas kami sebagai jurnalis," kata Ozgur Cakmakci, Pemimpin Redaksi SZC TV, salah satu saluran oposisi yang dikenai denda oleh pengawas media Turki (RTUK).
Protes terhadap penahanan Imamoglu kini terus meluas, meski Presiden Erdogan mengecamnya sebagai "pertunjukan" dan memperingatkan adanya konsekuensi hukum bagi para demonstran.
Pemerintah Turki juga mengancam untuk menghentikan lebih banyak saluran TV oposisi yang dianggap memicu kebencian melalui laporan mereka.
Dengan keadaan ekonomi yang turut terguncang akibat ketegangan politik, pemerintah Turki berusaha menenangkan situasi dengan menyatakan bahwa dampak fluktuasi pasar akan terbatas.
Meski demikian, ketegangan politik ini memberikan tekanan tambahan pada pemerintah yang menghadapi protes internal dan sorotan internasional.
BERITA TERKAIT: