Menurut Direktur CIA John Ratcliffe pada Rabu, 5 Maret 2025, langkah ini menambah tekanan bagi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk bekerja sama dengan Presiden Donald Trump dalam mengadakan pembicaraan damai dengan Rusia.
“Saya pikir dalam aspek militer dan intelijen, penghentian ini akan bersifat sementara,” ujar Ratcliffe, seperti dimuat Reuters.
“Kami akan terus bekerja bahu membahu dengan Ukraina untuk menekan agresi yang terjadi, tetapi juga membuka jalan bagi perundingan damai,” tambahnya.
Para ahli memperingatkan bahwa penghentian berbagi intelijen ini akan melemahkan kemampuan Ukraina dalam menghadapi Rusia, yang saat ini masih menduduki sekitar 20 persen wilayahnya.
“Sayangnya, ketergantungan kita terhadap intelijen AS cukup besar,” kata Mykola Bielieskov, peneliti di Institut Kajian Strategis Nasional Ukraina.
Menurutnya, Ukraina sangat mengandalkan informasi dari AS terkait pergerakan militer Rusia, baik di wilayah pendudukan maupun di dalam Rusia.
Tanpa informasi tersebut, Ukraina akan mengalami kesulitan dalam mengantisipasi serangan, yang berpotensi meningkatkan korban jiwa dan kehancuran.
“Kita akan punya lebih sedikit waktu untuk bereaksi, lebih banyak kehancuran, lebih banyak korban jiwa. Semua ini akan sangat melemahkan kita,” kata dia.
AS lebih dulu menghentikan bantuan militer ke Kyiv awal pekan ini, sebuah langkah yang dapat berdampak signifikan terhadap kemampuan Ukraina dalam bertahan dari serangan rudal Rusia.
Penghentian berbagi intelijen ini menandakan perubahan kebijakan Trump yang sebelumnya mendukung Ukraina secara kuat, menjadi pendekatan yang lebih lunak terhadap Rusia.
Namun, strategi ini tampaknya membuahkan hasil. Trump mengungkapkan pada Selasa, 4 Maret 2025, bahwa ia menerima surat dari Zelensky yang menyatakan kesediaannya untuk bernegosiasi.
Penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, juga menyatakan bahwa AS dapat memulihkan bantuan ke Kyiv jika pembicaraan damai berhasil diatur dan langkah-langkah membangun kepercayaan dilakukan.
Keputusan untuk menghentikan bantuan militer muncul setelah pertemuan Oval Office yang berlangsung panas pada Jumat lalu, di mana Trump dan Zelensky terlibat dalam adu argumen di hadapan media. Akibatnya, penandatanganan kesepakatan eksploitasi mineral antara AS dan Ukraina tertunda.
Namun, menurut seorang pejabat senior pemerintahan AS, perjanjian tersebut kini kembali berjalan setelah Zelensky menerima saran dari pejabat Washington.
Beberapa anggota parlemen AS, terutama dari Partai Demokrat, mengecam keputusan Trump menghentikan berbagi intelijen dengan Ukraina.
Senator Mark Warner, Wakil Ketua Komite Intelijen Senat, menyebut keputusan ini sebagai langkah yang “tidak bijaksana” dan menilai bahwa Trump telah menyerahkan pengaruh AS kepada Rusia.
“Jelas, menghentikan dukungan intelijen kepada mitra Ukraina kita akan merenggut nyawa,” tegas Warner dalam pernyataannya.
Sementara itu, negara-negara Eropa, termasuk Prancis dan Inggris, tengah berupaya meningkatkan belanja pertahanan dan merancang rencana perdamaian yang diharapkan dapat diajukan ke AS dalam beberapa hari mendatang.
Dalam pidatonya di hadapan Kongres AS pada Selasa malam, Trump menegaskan kembali bahwa Washington siap membantu mengakhiri perang di Ukraina.
“Sudah waktunya untuk mengakhiri perang yang tidak masuk akal ini. Jika Anda ingin mengakhiri perang, Anda harus berbicara dengan kedua belah pihak,” ujarnya.
Trump juga mengklaim bahwa Rusia telah memberikan sinyal kuat untuk perdamaian, menyusul pembicaraannya dengan Presiden Vladimir Putin dan serangkaian pertemuan antara pejabat AS dan Rusia di Arab Saudi serta Turki?"pertemuan yang tidak melibatkan Ukraina maupun sekutu Eropa mereka.
Keputusan Trump untuk menangguhkan dukungan intelijen dan militer ke Ukraina dalam waktu singkat telah mengejutkan banyak pihak, terutama di Eropa, yang khawatir akan dampak kebijakan ini terhadap stabilitas NATO dan hubungan transatlantik ke depan.
BERITA TERKAIT: