Hal itu ditegaskan oleh Wakil Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Taipei di Indonesia (TETO), Steve Chen di acara diskusi Dampak Hubungan Lintas Selat terhadap ASEAN dan Indonesia yang digelar Alumni Taiwan di Indonesia Kamis lalu (5/9).
Dubes menjelaskan bahwa Taiwan merupakan negara yang diperhitungkan dunia karena kemajuannya di sektor industri chip.
"Taiwan termasuk salah satu negara yang diperhitungkan di dunia karena kesuksesan mereka dalam mempertahankan diri sebagai produsen chips terbesar di dunia," ujarnya.
Menurut penuturan Dubes, saat ini dunia bergantung pada Taiwan karena 90 persen chip yang tersedia diproduksi oleh mereka.
Dubes memperingatkan jika Tiongkok bersikeras menginvasi Taiwan, maka kerugian ekonomi global bisa melebihi 10 triliun dolar dolar AS.
"Apabila Tiongkok menginvasi Taiwan, diperkirakan dampak globalnya akan melebihi 10 triliun dolar AS atau sekitar 10 persen dari produk domestik bruto global," ungkap Dubes Chen.
Di acara diskusi tersebut, pengamat dari BRIN, Erry Dwi Kurniawan setuju bahwa Taiwan memiliki posisi sentral dan strategis dalam perang teknologi yang terjadi antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
"Sebagai penghasil chips terbesar di dunia, kehadiran Taiwan sangat diperhitungkan dalam global semiconductor value chain," kata dia.
Tiongkok mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya dan berjanji akan mencapai reunifikasi dan tidak ragu menggunakan cara-cara keras.
Ketegangan semakin meningkat sejak pelantikan Presiden baru Taiwan Lai Ching-te pada 20 Mei lalu.
Tiga hari setelah pelantikan, Tiongkok melancarkan latihan perang di sekitar Taiwan, mengepung pulau itu dengan pesawat tempur dan kapal perang.
Menteri Pertahanan China, Dong Jun mengatakan bahwa pihaknya siap menghentikan segala upaya Taiwan untuk menuju kemerdekaan seutuhnya.
Dia menegaskan bahwa militer China tidak akan mentolerir pihak-pihak eksternal yang mencoba menghalangi upaya China untuk reunifikasi Taiwan.
BERITA TERKAIT: