Bujukan sekutu Barat agar Israel membatalkan rencananya menyerang Rafah tidak digubris. Bahkan pasukan IDF menduduki wilayah penyeberangan Rafah tak lama setelah Hamas menyetujui proposal gencatan senjata.
Jenderal Cadangan Israel dan mantan Kepala Divisi Gaza, Gadi Shamni mengungkap ada kepentingan politik di balik serangan Rafah, yang membuat Netanyahu enggan menghentikannya.
Shamni mengatakan, invasi darat besar-besaran menuju Rafah dilakukan untuk mencegah kejatuhan pemerintah PM Netanyahu.
"Ancaman dari Menteri Israel Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich adalah satu-satunya alasan di balik invasi Rafah karena mereka mengancam akan menggulingkan pemerintah Israel jika invasi ini tidak selesai," ungkapnya, seperti dimuat kantor berita
i24 Israel pada Minggu (12/5).
Menurut Shamni invasi ke Rafah merupakan tindakan yang melampaui batas dan jika tercapai maka akan membuat impian Smotrich untuk mengusir pengungsi Palestina ke negara-negara Arab tercapai.
Menteri Ben-Gvir dan Smotrich menentang keras jika invasi dihentikan. Sebaliknya kedua orang itu ingin agar Netanyahu menghentikan negosiasi dan memulai invasi besar-besaran ke Rafah.
Operasi darat Israel di Rafah juga mendapat kecaman keras dari sekutu kuatnya Amerika Serikat. Washington bahkan mengancam akan menghentikan pasokan senjata jika Tel Aviv tetap melanjutkan rencananya.
Mantan Wakil Kepala Staf Israel, Mayor Jenderal Dan Harel menilai Israel harusnya menanggapi serius ancaman tersebut, karena jika tidak dukungan dari Barat akan semakin berkurang.
"Israel saat ini sedang menggali sumur, mereka harus berhenti menggali, namun apa yang dilakukan Israel di Rafah justru semakin memperdalam sumur tersebut," tegasanya.
Kabinet perang Israel pada Jumat (10/5) menyetujui perluasan wilayah invasi Pasukan Pendudukan Israel di kota Gaza selatan.
Israel mengklaim Rafah sebagai benteng terakhir Hamas dan menguasainya menjadi tanda kemenangan besar Tel Aviv.
BERITA TERKAIT: