Mengutip
Fars News pada Jumat (22/12), penelitian Forsa menyebut bahwa 40 persen responden mengaku tidak akan pernah berani mengangkat senjata, bahkan jika negara mereka diserang.
Sementara yang mengaku siap berperang untuk membela Jerman hanya ada 17 persen. Mereka mengaku pasti akan mengangkat senjata jika keamanan nasional mereka terancam.
Sisanya, sebanyak 19 persen menyatakan masih ragu dengan memilih jawaban "mungkin" akan ikut bela negara.
Kemudian berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki lansia antara 45 dan 59 tahun menunjukkan tingkat kesiapan potensial yang lebih tinggi. Di mana 39 persen menyatakan kesediaannya untuk bergabung dengan pasukan pertahanan Jerman.
Forsa juga menyoroti bahwa jumlah orang yang tegas menolak membela negara telah meningkat 2 kali lipat sejak Mei 2022
Selain itu, warga yang memiliki tingkat pendidikan menengah dan tinggi lebih enggan untuk terburu-buru membela negaranya.
Angkatan Bersenjata Jerman yang dikenal sebagai Bundeswehr, saat ini terdiri dari sekitar 180 ribu personel.
Jerman menangguhkan wajib militer pada 2011 sebagai bagian dari reformasi militer. Namun selama bertahun-tahun, negara ini kesulitan mengisi kembali barisan tentaranya.
Tabloid nasional
Bild melaporkan, Bundeswehr masih kekurangan jumlah personel meskipun pemerintah menawarkan kenaikan pangkat.
Akhir Oktober lalu, jumlah personel angkatan bersenjata turun dari sekitar 183 ribu menjadi 181.383. Jumlahnya hanya 0,4 persen dari total populasi Jerman yang berada di militer.
Tak hanya jumlah tentara, Jerman juga mengalami kekurangan perlengkapan bersenjata. Tak heran anggota parlemen Johann Wadephul mengkritik pengiriman senjata Berlin ke Kyiv di tengah kurangnya stok tank tempur yang beroperasi.
Kendati demikian, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock bulan lalu mengumumkan komitmen Berlin untuk meningkatkan bantuan senjata ke Ukraina.
BERITA TERKAIT: