Begitu yang disampaikan Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI, Bagus Hendraning Kobarsyih di acara Talkshow Millenial Peacemaker Forum di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan pada Rabu (15/11).
Dalam tesis yang ditulisnya pada tahun 1998, Bagus telah menyampaikan seruan tentang pentingnya melibatkan Hamas dalam setiap proses negosiasi damai.
Pasalnya, menurut Bagus, sejak Perjanjian Oslo hingga Perjanjian Wye River tahun 1988 tidak mampu memberikan dampak yang besar terhadap kondisi Palestina.
"Pentingnya Hamas itu dilibatkan bukan untuk menjadi suatu saingan, tetapi menjadi elemen dalam perundingan perdamaian," jelasnya.
Terlebih lagi, kata Bagus, saat ini tampaknya perpecahan antara Hamas dan Fatah tidak begitu terlihat, terutama setelah perang meletus bulan lalu. Harusnya wacana keterlibatan tersebut bisa dilakukan.
"Nah sekarang itu sudah terlihat tidak ada lagi perpecahan Hamas dan Fatah, sehingga penting melibatkan mereka dalam perundingan," tuturnya.
Dia menambahkan bahwa apa yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober lalu, merupakan bagian dari upaya perjuangan kemerdekaan. Mereka bukan teroris, seperti yang digambarkan Israel dan media Barat.
"Hamas adalah
freedom fighter, seperti para pejuang kemerdekaan Indonesia. Mereka berjuang untuk kemerdekaan tanah mereka," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: