Permintaan tersebut disampaikan Fatima Tamni, dari Partai Federal Demokratik Kiri, setelah penjaga pantai Aljazair menembak mati dua wisatawan yang tampaknya tersesat ke perairan Aljazair dengan menggunakan jet ski pada Selasa lalu. Satu orang lainnya ditangkap dalam peristiwa itu.
Tamni mengatakan pemerintah harus memberikan pernyataan resmi kepada publik mengenai insiden tersebut.
“Kematian tragis seorang warga negara Maroko, yang juga merupakan pemegang kewarganegaraan Prancis, akibat peluru tajam dari otoritas Aljazair, telah memicu banyak kebencian dan kecaman, dan jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadap konvensi internasional,” katanya dalam sebuah pernyataan tertulis kepada Perdana Menteri Maroko Aziz Akhannouch, seperti dikutip dari
The National, Minggu (3/9).
“Mengingat situasi ini, dan pada saat masyarakat Maroko menunggu klarifikasi dari pemerintah, pemerintah hanya memberikan waktu tidak lebih dari lima detik untuk mengomentari tragedi tersebut, melemparkan tanggung jawab ke pengadilan,” tambahnya.
Tamni meminta jawaban untuk menenangkan keluarga yang berduka dan memberikan lebih banyak informasi tentang anggota kelompok yang ditangkap.
Tamni dalam pernyataannya juga mengatakan pihak berwenang Aljazair tidak perlu menggunakan kekuatan berlebihan.
“Sesuai dengan Konvensi Teluk Montego yang berkaitan dengan perbatasan laut, ada beberapa metode – selain pembunuhan – yang dapat digunakan untuk melindungi integritas teritorial suatu negara,” katanya.
Aljazair dan Maroko telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut, atau dikenal sebagai Konvensi Teluk Montego, masing-masing pada tahun 1996 dan 2007.
Tamni menuduh Aljazair melanggar ketentuan konvensi PBB tersebut di atas.
Beberapa aktivis hak asasi manusia Maroko juga mengecam insiden tersebut dan kurangnya tanggapan resmi.
Belum ada komentar resmi baik dari Aljir maupun Rabat mengenai insiden Selasa di saat ketegangan meningkat antara kedua negara Afrika Utara tersebut.
BERITA TERKAIT: