Kementerian Luar Negeri Malaysia pada Rabu (30/8) mengatakan peta tersebut tidak memiliki otoritas mengikat atas Malaysia.
"Peta tersebut menampilkan klaim maritim sepihak China yang melanggar batas wilayah maritim Malaysia di Sabah dan Sarawak, berdasarkan Peta Baru Malaysia tahun 1979,” kata Kemlu Malaysia, seperti dimuat
Bernama.
Pernyataan itu menegaskan, Malaysia secara konsisten menolak klaim kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksi pihak asing mana pun atas fitur maritim atau wilayah maritim berdasarkan Peta Baru Malaysia tahun 1979.
Untuk itu, Malaysia menilai permasalahan ini perlu ditangani secara damai dan rasional melalui dialog dan negosiasi berdasarkan ketentuan hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 1982).
“Malaysia tetap berkomitmen untuk bekerja sama guna memastikan semua pihak menerapkan Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan secara komprehensif dan efektif," tambah pernyataan tersebut.
Pemerintah Malaysia mengakui, persoalan Laut Cina Selatan merupakan persoalan yang kompleks dan sensitif.
Dalam hal ini, Malaysia berkomitmen terhadap perundingan yang efektif dan substantif mengenai Kode Etik (CoC) di Laut Cina Selatan, dengan tujuan menyelesaikan CoC sesegera mungkin.
Pada hari Senin (28/8), Kementerian Sumber Daya Alam Chinamengeluarkan “Peta Standar China Edisi 2023,” yang juga mencakup wilayah maritim zona ekonomi eksklusif (ZEE) Malaysia dekat Sabah dan Sarawak, Brunei, Filipina, Indonesia, dan Vietnam, serta seperti beberapa daerah di India.
BERITA TERKAIT: