Hal tersebut diungkapkan Karner, setelah pasukan keamanan telah mencegah serangan teroris dalam suatu acara pada 17 Juni lalu.
Menurutnya, polisi membutuhkan kekuatan yang sesuai untuk mengakses layanan messenger untuk mencegah serangan teroris di negaranya, karena sejauh ini dinas intelijen negara tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk memantau aplikasi seperti WhatsApp dan Telegram.
Pernyataan ini lantas mengundang perdebatan publik tentang isu pemantauan layanan pesan yang bersifat memata-matai.
Namun dalam klarifikasinya, Karner menekankan bahwa ia tidak berbicara tentang pemantauan aplikasi perpesanan itu secara massal.
“Kebutuhan pemantauan yang diberikan kepada polisi hanya untuk mengatasi ancaman-ancaman tertentu,” jelasnya, seperti dimuat
Anadolu Agency, Selasa (20/6).
Akan tetapi Mahkamah Konstitusi dan Partai Hijau Austria secara tegas telah menentang usulan dari Karner tersebut.
Perdebatan ini telah memicu ketegangan dan kebingungan antara kebutuhan keamanan negara dengan perlindungan privasi individu serta kebebasan berkomunikasi di negara tersebut. Masalah ini diperkirakan akan menjadi fokus utama dalam pembahasan lebih lanjut oleh pemerintah mengenai akses polisi terhadap aplikasi perpesanan di Austria.
BERITA TERKAIT: