Begitu pendapat dari sejumlah pakar, seperti dikutip
ANI News pada Senin (12/6).
Menurut analis, China tampaknya memanfaatkan kondisi Taliban untuk mendapat pijakan di Afghanistan. Itu dilakukan demi bisa mengekstraksi minyak dan lithium di sana yang belum dieksplorasi. Diperkirakan nilainya mencapai lebih dari 3 triliun dolar AS.
Afghanistan sendiri dikenal kaya akan sumber daya seperti tembaga, emas, minyak, gas alam, uranium, bauksit, batu bara, bijih besi, tanah jarang, litium, kromium, timah, seng, batu permata, bedak, belerang, travertine, gipsum, dan marmer.
Sementara China menegaskan minatnya di Afghanistan benar-benar altruistik, para ahli dan pengamat bersikeras ada kepentingan lain yang berperan.
Menteri luar negeri China, Afghanistan dan Pakistan baru-baru ini bertemu di Islamabad sebagai kelanjutan dari upaya Beijing yang tak henti-hentinya untuk membuka jalan investasi baru di bawah Belt and Road Initiative (BRI).
Selain membahas sejumlah masalah regional termasuk keamanan, ketiga pihak mencapai kesepakatan bulat untuk memperluas Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) ke Afghanistan.
Awal Januari tahun ini, pemerintahan yang dipimpin Taliban menandatangani kontrak dengan perusahaan milik negara China, China National Petroleum Corporation (CNPC), untuk mengekstraksi minyak dari cekungan Amu Darya dan mengembangkan cadangan minyak di Provinsi Sar-e-Pul.
Jurubicara pemerintah Afghanistan, Zabihullah Mujahid, mengatakan perusahaan China akan menginvestasikan 150 juta dolar per tahun di Afghanistan berdasarkan kontrak tersebut. Investasinya akan meningkat menjadi 540 juta dolar dalam tiga tahun untuk kontrak 25 tahun.
Saat bantuan Barat mengering di Afghanistan, ini adalah situasi yang saling menguntungkan bagi China, yang memiliki rencana besar untuk berinvestasi di berbagai sektor termasuk mengeksplorasi cadangan litium.
"China adalah ekonomi yang tumbuh yang haus akan sumber daya material dan mengincar lithium karena China ingin memangkas kendaraan listrik. Lithium adalah salah satu komponen kunci dalam pembuatan baterai Jadi China memandang Afghanistan sebagai negara tempat bahan berharga dapat diekstraksi," ujar pakar politik Asia Selatan, Profesor Dipankar Sengupta.
Meski begitu, keamanan adalah masalah paling penting yang saat ini dikhawatirkan China di Afghanistan, terutama di daerah paling terpencil. Investasi besar China telah menjadi sasaran ISIS-K dan kelompok teroris lainnya.
Kelompok jihadis Islam, terutama ISIS-K, menargetkan orang China karena menekan komunitas Muslim Uighur dan kebijakan imperialis seperti BRI.
ISIS-K juga telah menerbitkan sebuah editorial di majalah
Voice of Khurasan tahun lalu, menunjukkan keprihatinan atas hubungan Taliban-Beijing. Tajuk rencana tersebut bahkan menyoroti kekhawatiran tentang agenda ekspansionisme dan kolonisasi China.
Sementara Barat terus menjauh dari Afghanistan, China tidak memiliki keraguan untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang belum dimanfaatkan senilai triliunan dolar dari negara tersebut.
BERITA TERKAIT: