Peringatan yang disampaikan Menteri Transisi Digital dan Telekomunikasi Prancis Jean-Noel Barrot pada Senin (29/5), muncul saat peraturan Digital Services Act (DSA) blok Eropa akan berlaku penuh pada 25 Agustus 2023.
“Disinformasi adalah salah satu ancaman paling serius yang membebani demokrasi kita,” kata Barrot, seperti dikutip dari
AFP, Selasa (30/5).
“Saya berharap Twitter mematuhi aturan Eropa pada 25 Agustus. Jika tidak, Twitter tidak akan diterima lagi di Eropa. Twitter, jika berulang kali tidak mengikuti aturan kami, akan dilarang dari UE," katanya.
DSA mengatakan bahwa mesin pencari dan platform besar seperti Twitter, YouTube, dan TikTok, memberlakukan langkah-langkah untuk memitigasi disinformasi atau manipulasi pemilu, kekerasan dunia maya terhadap perempuan, atau bahaya terhadap anak di bawah umur secara online.
Jika melanggar, Komisi Eropa dapat mendenda hingga 6 persen dari omset tahunan di seluruh dunia.
Komisaris Pasar Internal UE Thierry Breton minggu lalu mengumumkan bahwa Twitter telah menarik diri dari Kode Praktik Sukarela tentang Disinformasi.
“Tapi kewajiban tetap ada. Anda dapat lari tetapi Anda tidak dapat bersembunyi,” kata Breton, menambahkan bahwa persyaratan DSA akan siap untuk ditegakkan ketika batas waktu kepatuhan berakhir pada bulan Agustus.
Miliarder Elon Musk, yang mengakuisisi Twitter tahun lalu, berjanji membersihkan platform miliknya dari konten yang salah dan penuh kebencian, tetapi juga menjunjung tinggi kebebasan berbicara dan menawarkan lebih banyak transparansi.
Awal bulan ini, Twitter memenuhi permintaan pemerintah Turkiye untuk membatasi akses ke beberapa akun menjelang pemilihan presiden dan pemilihan umum di negara tersebut. Musk membela keputusan ini karena ingin menghindari Twitter ditutup sepenuhnya di Turkiye.
"Kami tidak bisa melampaui hukum suatu negara. Jika kami memiliki pilihan antara orang-orang kami (masuk) ke penjara atau kami mematuhi hukum, kami akan mematuhi hukum," kata Musk kepada BBC pada Maret 2023.
BERITA TERKAIT: