Ratusan pengunjuk rasa yang ikut dalam pawai yang dikomandoi oleh para pemimpin oposisi itu terkena tembakkan gas air mata, setelah polisi anti huru hara berusaha membubarkan pawai tersebut.
Menurut klarifikasi dari pihak kepolisian, mereka menggunakan gas air mata karena pawai telah menyimpang dari rute resmi yang disepakati.
"Pawai itu diizinkan tetapi di sisi lain kota. Kami berbicara dengan mereka, menyuruh mereka untuk membersihkan jalan dan pergi ke titik awal yang terletak di Mbeseke. Mereka tidak mau menurut," kata Komandan Kepolisian, Faustin Numbi.
Berdasarkan laporan yang dimuat
Africa News pada Minggu (21/5), para tokoh oposisi menyerukan aksi itu lantaran dugaan penyimpangan yang terjadi saat mereka ingin mencoba mendaftar dalam pemilihan presiden pada Desember mendatang.
Selain itu, para pengunjuk rasa juga marah atas mahalnya biaya hidup di Kongo, dengan menuduh Presiden Felix Tshisekedi melakukan korupsi.
“Ini adalah pawai damai, untuk memprotes proses pemilu yang kacau, melawan biaya hidup yang tinggi, dan melawan penindasan," kata tokoh oposisi sekaligus mantan Perdana Menteri Augustin Matata.
Namun, bentrokan dimulai ketika puluhan polisi anti huru hara tiba dengan kendaraan mereka, dan mulai menembakkan gas air mata ke arah demonstran serta menangkap setidaknya belasan orang di Kongo, dan melukai dua lainnya.
Atas tindakan brutal yang dilakukan aparat kepolisian itu, Menteri Hak Asasi Manusia Kongo Albert-Fabrice Puela mengutuk peristiwa itu dan menyerukan penyelidikan segera.
“Kami menuntut penyelidikan segera dari pengadilan sehingga tanggung jawab ditetapkan atas berbagai pelanggaran,” katanya.
Sementara di sisi lain, para demonstran yang ikut berpartisipasi dalam aksi itu berharap perubahan dapat dilakukan oleh pemerintah, agar biaya hidup di negara itu tidak semakin melonjak tinggi.
BERITA TERKAIT: