Berusaha meyakinkan situasi terkendali saat melakukan pertemuan dewan keamanan nasional pada Rabu (10/5), Saied mengecam serangan tersebut, menyebutnya peristiwa kriminal yang dilakukan pengecut.
"Saya ingin meyakinkan rakyat Tunisia dan seluruh dunia bahwa Tunisia akan tetap aman meskipun upaya semacam ini dimaksudkan untuk mengganggu stabilitas," kata Saied, seperti dikutip dari
AFP, Kamis (11/5).
"Serangan itu bertujuan untuk menabur perselisihan, menyabotase musim turis dan menyerang negara bagian," ujarnya.
Kantor berita Tunisia TAP melaporkan korban meninggal dalam serangan Selasa adalah dua peziarah Yahudi yang sedang melakukan ziarah tahunan di sinagoga Ghriba dan tiga penjaga polisi Tunisia.
"Empat anggota pasukan keamanan lainnya masih dirawat di rumah sakit di Djerba, termasuk satu dalam kondisi kritis," menurut TAP.
Para pejabat setempat mengatakan penyerang mengenakan seragam polisi dan rompi antipeluru, memulai serangan dengan membunuh seorang rekan petugas dan mengambil senjata dan amunisinya di pelabuhan pulau itu.
Dia kemudian pergi ke situs sinagoga Ghriba dan melepaskan tembakan di luar, memicu teror pada hari terakhir ziarah tahunan.
Kedua korban bernama Aviel Haddad berusia 30 tahun berkewarganegaraan ganda Tunisia-Israel, dan sepupunya, Benjamin Haddad 42 tahun berkewarganegaraan Tunisia dan Prancis.
Dalam baku tembak berikutnya, pelaku juga melukai enam petugas polisi, dua di antaranya kemudian tewas, kata sumber rumah sakit.
Insiden Selasa terjadi ketika industri pariwisata Tunisia yang bermasalah dan berutang besar, akhirnya pulih dari posisi terendah era pandemi, serta dari serangan pada tahun 2015.
Ziarah Ghriba sebelumnya menjadi sasaran dalam pemboman truk bunuh diri tahun 2002 yang menewaskan 21 orang.
BERITA TERKAIT: