Begitu yang disampaikan seorang ahli konservasi Invasive Species Council (ISC), Carol Booth dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari
Xinhua pada Senin (1/5).
Ia mengatakan bahwa Australia mungkin siap menangani wabah flu burung pada unggas atau hewan ternak, tetapi tidak dengan burung liar yang hidup bebas dan sulit ditangani.
"Australia berhasil menangani wabag flu burung pada unggas sebanyak delapan kali. Tetapi untuk satwa liar negara ini belum memiliki rencana apapun," ungkapnya.
Mewakili ISC, Booth meminta pemerintah Australia menyusun rencana tanggapan nasional terhadap wabah tersebut.
"ISC menyerukan pemerintah untuk membentuk satuan tugas nasional yang terdiri dari pakar lingkungan, biosekuriti, satwa liar, dan konservasi untuk mempersiapkan kemungkinan wabah," ujarnya.
Dalam penelitiannya, ISC menemukan tingkat penularan yang tinggi pada virus avian influenza (HPAI) subtipe H5. Di mana virus itu menyebabkan kematian pada 300 spesies burung liar di dunia.
Di Peru misalnya, hanya beberapa minggu setelah virus H5 menyebar ke negara itu, ribuan burung laut dan singa laut dilaporkan telah mati.
Meski risiko H5 mencapai Australia rendah karena tidak ada itik yang merupakan salah satu media penularan, tetapi para ahli di ISC memperingatkan virus itu dapat disebarkan lewat burung pantai yang bermigrasi.
Menurut ISC, delapan juta burung pangai terbang ke Australia setiap tahunnya dan menjadikan ancaman penyebaran H5 semakin meningkat.
BERITA TERKAIT: