Profesor emeritus di Universitas New South Wales dan Akademi Angkatan Pertahanan Australia, Carlyle Thayer, mengatakan bahwa pembangunan pangkalan akan mengirim pesan kuat ke China bahwa Filipina memiliki kedaulatan yang resmi atas Spratly.
"Membuka pangkalan militer di pulau itu akan menjadi demonstrasi besar kedaulatan negara (Filipina) atas wilayah tersebut," kata Thayer, seperti dikutip dari
The Defense Post pada Sabtu (8/4).
Selain membangun pangkalan militer di Pag-asa, Thayer juga menyarankan agar Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mulai memperkuat kerja sama militer dengan Australia dan Jepang.
"Baik Canberra dan Tokyo melihat tindakan Beijing di Laut Cina Selatan yang diperebutkan sebagai tindakan yang tidak dapat diterima," jelasnya.
Secara internasional dikenal sebagai Thitu, pulau Pag-asa terletak 277 mil dari barat kota Puerto Princesa dan merupakan rumah bagi lebih dari 400 orang Filipina.
Pulau Pag-asa berjarak 30 kilometer dari pangkalan militer China yang dibangun di sebuah pulau buatan di Subi Reef.
Awal tahun ini, Presiden Filipina mengeluarkan keputusan untuk mengizinkan AS mengakses empat pangkalan militer tambahan sebagai bagian dari Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan 2014.
China merespon negatif perluasan pangkalan militer AS di Manila, karena dinilai akan merusak stabilitas dan perdamaian kawasan.
BERITA TERKAIT: