Kanselir Olaf Scholz dalam pernyataannya pada Minggu (29/1) waktu setempat, menanggapi permintaan Kyiv agar negara-negara Barat mengirimkan senjata yang lebih canggih.
“Saya hanya menyarankan untuk tidak terus-menerus melakukan perang penawaran senjata,†kata Scholz dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Tagesspiegel, seperti dikutip dari
AFP, Senin (30/1).
“Segera setelah keputusan (tentang tank) dibuat, permintaan berikutnya akan merusak kepercayaan warga terhadap keputusan pemerintah," katanya.
Scholz baru saja menyetujui pengiriman 14 tank Leopard 2 ke Ukraina dan mengizinkan negara-negara Eropa lainnya untuk mengirim tank mereka, setelah perdebatan sengit selama berminggu-minggu dan tekanan yang meningkat dari sekutu.
Keputusan Scholz untuk lampu hijau tank disertai dengan pengumuman AS bahwa mereka akan mengirim 31 tank Abrams.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berterima kasih kepada Berlin dan Washington atas langkah tersebut, yang dipandang sebagai terobosan dalam upaya mendukung negara yang dilanda perang itu.
Tetapi Zelensky segera menekankan bahwa Ukraina membutuhkan lebih banyak senjata berat dari sekutu NATO untuk menangkis pasukan Rusia, termasuk jet tempur dan rudal jarak jauh.
Scholz dalam wawancara memperingatkan agar tidak meningkatkan risiko eskalasi, di mana Moskow sudah mengecam keras janji tank tersebut.
“Tidak ada perang antara NATO dan Rusia. Kami tidak akan membiarkan eskalasi seperti itu,†katanya, seraya menekankan lagi bahwa ia akan berusaha mengadakan pembicaraan kembali dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membahas konflik.
Panggilan telepon terakhir antara para pemimpin terjadi pada awal Desember.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, keputusan Jerman mengirim tank Leopard 2 ke Ukraina bukan pertanda baik bagi hubungan Jerman dengan Rusia, jadi tidak perlu ada dialog yang berarti antara Moskow dan Berlin saat ini.
BERITA TERKAIT: