Dari sejumlah kandidat yang ada, sebagian besar dianggap memiliki sikap keras terhadap Beijing, dan hanya satu dari mereka yang memiliki pandangan yang jelas dan pragmatis dalam mengembangkan hubungan Inggris-China.
Kandidat yang dimaksud adalah mantan menteri keuangan Rishi Sunak, yang pada Kamis (14/7) memenangkan putaran pertama pemungutan suara oleh anggota parlemen dengan 88 suara, diikuti Menteri Perdagangan Penny Mordaunt di tempat kedua dengan 67 suara dan Menteri Luar Negeri Liz Truss ketiga dengan 50 suara.
Anggapan bahwa hubungan China dan Inggris akan membaik jika Sunak memenangkan kompetisi, merujuk pada pidatonya saat menjadi menteri keuangan pada Juli 2021.
Sewaktu menyampaikan pidato tahunannya di Mansion House, ia menegaskan bahwa Inggris harus meningkatkan hubungan perdagangannya dengan China.
Direktur Institute of International Affairs di Renmin University of China Wang Yiwei mengatakan, meskipun tidak mungkin mengembalikan hubungan China dan Inggris ke era keemasan perdana menteri David Cameron, ada kemungkinan hubungan kedua negara akan membaik di bawah kepemimpinan baru.
“Pada masa Cameron, kementerian keuangan yang mendominasi kebijakan Inggris tentang China, sangat tertarik untuk bekerja sama dengan China dalam layanan keuangan," kata Wang, seperti dikutip dari
Global Times.
"Setelah Brexit, dari Theresa May hingga Johnson, Inggris telah
melakukan upaya untuk mencoba menemukan peluang dan pasar baru dengan
berdiri lebih dekat ke AS. Namun, penurunan ekonomi saat ini membuktikan
bahwa upaya ini tidak berhasil dengan baik, sehingga kemungkinan para
elit di London akan mengincar negara-negara berkembang seperti China dan
India untuk menebus kerugian mereka di Eropa setelah Brexit," lanjutnya.
Dengan dunia yang mengalami perubahan besar, akan sulit bagi perdana menteri baru untuk membawa hubungan Inggris-China kembali ke zaman sebelum Brexit, menurut Wang.
Proses pemilihan masih terus berlanjut, di mana Sunak akan menghadapi persaingan yabg lebih ketat dengan tersingkirnya sejumlah kandidat.
"Sunak telah memimpin di babak pertama, tetapi karena banyak alasan lain, seperti kebijakannya menaikkan pajak, yang bertentangan dengan posisi tradisional Partai Konservatif dan pemilihnya yang lebih suka memotong pajak, Partai Konservatif mungkin akhirnya memilih pemimpin yang akan memotong pajak," kata Yin Zhiguang, seorang profesor di Sekolah Hubungan Internasional dan Hubungan Masyarakat di bawah Universitas Fudan.
"Selain Sunak, hampir semua kandidat lain memiliki sikap yang sangat keras terhadap China," kata Yin.
Dia mengatakan bahwa Menteri Perdagangan Mordaunt, yang kini berada di urutan kedua dalam persaingan, bisa menjadi kandidat yang paling kompetitif.
"Jika dia menang, dia bisa menjadi perdana menteri yang memiliki sikap lebih keras terhadap China daripada yang dilakukan Johnson," katanya.
BERITA TERKAIT: