Begitu yang ditegaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi kepada media, dikutip dari
Reuters, Sabtu (9/4).
"Untuk lebih ratusan kalinya, pesan kami dari Teheran ke Wina adalah bahwa kami tidak akan mundur dari hak-hak nuklir rakyat Iran, tidak untuk sedikit pun," tegas Raisi.
Pembicaraan untuk menghidupkan kembali Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) telah berlangsung selama 11 bulan antara Iran dan Amerika Serikat di Wina.
Saat ini proses terhenti karena kedua belah pihak mengatakan keputusan politik diperlukan oleh Teheran dan Washington untuk menyelesaikan masalah yang tersisa.
AS kini sedang mempertimbangkan untuk menghapus Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran dari daftar hitam organisasi teroris asing (FTO) sebagai imbalan atas jaminan Iran tentang mengekang pasukan elit tersebut.
Tetapi baru-baru ini, pemerintahan AS menegaskan pihaknya tidak akan menghapus IRGC dari daftar FTO-nya selama di bawah kekuasaan Presiden Joe Biden.
Seorang diplomat Iran mengatakan kepada
Reuters bahwa Teheran telah menolak proposal AS untuk mengatasi mandeknya negosiasi. Dikatakan oleh AS pada proposal itu, IRGC dan Pasukan Quds harus tetap berada dalam FTO, sambil menghapus IRGC sebagai entitas.
IRGC adalah faksi kuat di Iran yang mengendalikan bisnis, pasukan elit bersenjata dan intelijen di negeri tersebut. IRGC dituduh Washington melakukan kampanye teroris global.
BERITA TERKAIT: