Oleh sebab itu pemilu Iran dilanjutkan dengan putaran kedua pada Jumat (5/7), di mana anggota parlemen reformis Masoud Pezeshkian dan mantan negosiator nuklir ultrakonservatif Saeed Jalili bertanding sebagai dua calon yang memiliki suara paling banyak.
Menurut kantor berita Iran,
IRNA, hasil akhir pada putaran pertama menunjukkan Pezeshkian memimpin dengan 42,5 persen suara, diikuti oleh Jalili 38,6 persen.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada hari Jumat (5/7) memulai pemilihan putaran kedua dengan memberikan suaranya sendiri.
Dia berharap lebih banyak warga Iran yang ambil bagian dalam pemungutan suara. Sebab hanya 40 persen pemilih yang berpartisipasi selama putaran pertama.
“Insya Allah, kita akan memiliki presiden besok,” kata Khamenei di ibu kota Teheran.
Tempat pemungutan suara akan ditutup pada pukul 18.00 waktu setempat meskipun pihak berwenang dapat mengizinkan tempat pemungutan suara untuk tetap buka pada jam-jam berikutnya.
Pemilu ini diadakan di tengah krisis ekonomi yang parah, serta ketegangan dengan negara-negara Barat dan negara-negara regional di Timur Tengah.
Namun, rasa frustrasi masyarakat terhadap penegakan otoritas negara, terutama di kalangan generasi muda, semakin tinggi.
Banyak warga Iran, terutama kaum muda, telah kehilangan kepercayaan terhadap kemungkinan terjadinya perubahan politik besar-besaran di dalam negeri.
Kematian wanita muda Kurdi Mahsa Amini pada musim gugur tahun 2022 memicu protes nasional terhadap sistem pemerintahan Islam yang ketat, namun protes tersebut dibatalkan dengan hukuman yang keras bagi para demonstran.
BERITA TERKAIT: