Dalam catatan editorial berjudul 'Blinken’s Shuttle Diplomacy in Southeast Asia Beaten by Coronavirus' media itu seolah mengolok-olok Blinken yang memaksakan diri melakukan kunjungan di tengah pandemi yang belum berakhir hanya untuk melawan China, yang akhirnya gagal karena 'gigitan' virus.
"Di bawah situasi gawat di mana lebih dari 50 juta kasus Covid-19 telah tercatat di AS, dan lebih dari 800.000 kematian, serta potensi lonjakan infeksi lainnya karena cuaca dingin dan varian Omicron, Blinken melakukan perjalanan bolak-balik di antara beberapa negara Asia Tenggara dengan tujuan untuk melawan China," tulis media tersebut, Jumat (17/12).
"Selain menyebarkan virus politik, ia dan delegasinya telah menjadi ancaman nyata penyebaran virus corona ke negara tuan rumah," lanjutnya.
Kunjungan Blinken ke Asia Tenggara dimulai pada Senin (13/12), mendarat di Jakarta dan bertemu Presiden Joko Widodo sehari kemudian. Selasa malam (14/12) Blinken dan delegasi terbang ke Malaysia, dan memutuskan membatalkan perjalanan berikutnya ke Thailand yang seharusnya terjadi pada Kamis (16/12).
"AS ingin memamerkan kekuatan dan pengaruhnya di Asia Tenggara. Namun, perjalanan Blinken berakhir dengan memalukan karena infeksi Covid-19," tulis Global Times.
"Jika AS ingin mendorong kerja sama normal dengan negara-negara Asia Tenggara, pertemuan virtual sudah cukup di tengah pandemi," lanjut media asuhan People’s Daily itu.
Zhang Tengjun, asisten peneliti di Institut Studi Internasional China, berpendapat bahwa kunjungan Blinken ke Asia Tenggara dengan niat melawan Beijing hanya akan berakhir sia-sia.
"Ketidakpercayaan negara-negara kawasan terhadap AS akan terus berlanjut, dan AS hampir tidak dapat membangun kembali kredibilitas dan pengaruh utamanya di Asia Tenggara," kata Zhang.
“Sejujurnya, pemerintahan Biden memperlakukan Asia Tenggara sebagai pion dalam permainan kekuatan utama. Memperbaiki hubungan bukanlah tujuan, tetapi sebuah pendekatan,†ujarnya.
Media China menutup dengan kalimat bahwa AS tidak memiliki kekuatan maupun daya tarik moral untuk membujuk negara-negara Asia Tenggara.
BERITA TERKAIT: