Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Delegasi PBB Tekan Junta Militer Mali untuk Kembali pada Demokrasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 25 Oktober 2021, 06:27 WIB
Delegasi PBB Tekan Junta Militer Mali untuk Kembali pada Demokrasi
Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Mali, Abdoulaye Diop/net
rmol news logo Delegasi Dewan Keamanan PBB dalam kunjungannya ke Mali mengatakan bahwa pemerintah transisi harus kembali kepada demokrasi.

Sesuai dengan kesepakatan Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS), mereka memberikan tenggat waktu hingga 27 Februari 2022 mendatang kepada pemerintah transisi untuk mengadakan pemilihan presiden, setelah dua kudeta terjadi di negara Afrika Barat itu hanya dalam waktu kurang dari setahun.

Delegasi yang dipimpin para duta besar dari AS, Prancis dan Niger itu tiba di Bamako pada Minggu (24/10) dan akan berada di sana sampai setidaknya dua hari untuk pembahasan lebih kuat mengenai situasi di Mali.

Duta Besar Kenya untuk PBB, Martin Kimani, menyampaikan bahwa dunia internasional telah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap situasi di Mali, dan kunjungan itu dilakukan salah satunya untuk lebih memahami bagaimana sebenarnya situasi di negara itu.

"Sebagai sesama negara Afrika, Kenya sangat prihatian dan menyayangkan situasi yang terjadi di Mali dan Sahel," ujar Kimani, seperti dikutip dari Africa News, Minggu (24/10).

Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Mali, Abdoulaye Diop, menyambut baik delegasi tersebut. Ia mengungkapkan bahwa kunjungan tersebut adalah kesempatan untuk mempresentasikan realitas situasi di Mali, dan juga untuk mempresentasikan kemajuan yang sedang dibuat oleh pemerintah transisi.

"Pertemuan ini juga sekaligus untuk mempresentasikan visi pemerintahan sementara tentang apa yang harus dilakukan di situasi transisi ini  melalui penyelenggaraan pemilu yang transparan dan kredibel," kata Diop.

Kunjungan Delegasi juga tak lepas dari desakan Human Right Watch yang pada Jumat (22/10) meminta PBB menyelidiki serentetan dugaan eksekusi, penghilangan paksa, dan penahanan oleh pasukan keamanan pemerintah.

Setidaknya 14 orang yang ditahan oleh pasukan keamanan berada dalam tekanan dan dilarang melakukan kontak luar. Kemudian, mayat tiga pria yang diduga dieksekusi setelah penangkapan mereka oleh tentara awal bulan ini ditemukan di dekat kamp tentara.

Direktur HRW Sahel Corine Dufka mengatakan pemerintah transisi Mali terkait dengan gelombang pelanggaran. Mereka telah menyelidiki gambar yang dipublikasikan secara online yang menunjukkan penyiksaan  terhadap sejumlah orang.

Mali, negara miskin dan terkurung daratan, merupakan rumah bagi setidaknya 20 kelompok etnis. Mereka telah disiksa oleh jihadis dan mengalami kekerasan antar komunal, menyusul kudeta pada Agustus 2020 dan Mei tahun ini.

Intervensi militer oleh Prancis dan PBB telah gagal untuk memadamkan pemberontakan Islam yang telah melanda Mali tengah dan meluas ke negara tetangga Burkina Faso dan Niger, menyebabkan ribuan orang tewas dan memaksa ratusan ribu orang meninggalkan rumah mereka. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA