Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jalur Kereta Cepat Laos-China Hampir Rampung, Tapi Kok Penduduk Desa Masih Belum Terima Kompensasi?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Jumat, 08 Oktober 2021, 06:38 WIB
Jalur Kereta Cepat Laos-China Hampir Rampung, Tapi <i>Kok</i> Penduduk Desa Masih Belum Terima Kompensasi?
Jalur kereta api cepat yang menghubungan China dengan Laos melintasi wilayah pedesaan dan pesawahan warga/RFA
rmol news logo Laos dan China memiliki kerjasama ambisius untuk membangun jalur kereta cepat yang menghubungan kedua negara tersebut.

Pengerjaan jalur kereta cepat senilai 5,9 miliar dolar AS itu dimulai pada Desember 2016 dengan harapan bahwa proyek tersebut akan dapat menurunkan biaya ekspor dan barang-barang konsumsi di Laos dan meningkatkan pembangunan sosial ekonomi di negara berpenduduk hampir 7 juta jiwa itu.

Jalur kereta sepanjang 260 mil atau sekitar 418 kilometer itu akan menghubungkan provinsi Luang Namtha di perbatasan Laos-China ke ibu kota Vientiane.

Pembangunan jalur kereta ini adalah bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan China untuk pinjaman infrastruktur dan konstruksi untuk mendukung perdagangan Laos dengan China. Negeri tirai bambu memang merupakan investor asing dan penyedia bantuan terbesar di Laos, serta merupakan mitra dagang terbesar kedua negara itu setelah Thailand.

Hingga saat ini, pembangunan jalur kereta cepat tersebut hampir 94 persen rampung, dan dijadwalkan dibuka pada 2 Desember mendatang.

Sayangnya, di balik megahnya pembangunan jalur kereta cepat tersebut, ada banyak penduduk desa di Laos yang masih menantikan kompensasi atas lahan mereka yang digunakan untuk pembangunan jalur tersebut.

Menurut kabar yang dimuat Radio Free Asia (RFA) pada Selasa (5/10), terdapat hampir 100 keluarga yang tinggal di desa Dong Phosy dan Dong Phonhae di distrik Hatxayphong di ibu kota Vientiane dijanjikan dua tahun lalu bahwa mereka akan mendapatkan kompensasi karena tanah mereka digunakan untuk pembangunan jalur kereta.

“Mereka mengatakan akan membayar, tetapi mereka belum membayar apa pun,” kata seorang penduduk desa, yang berbicara dengan syarat anonim karena alasan keamanan.

“Penduduk desa mengalami kesulitan, dan beberapa tidak dapat menanam padi karena banjir lokal,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa seorang pejabat tinggi distrik mengatakan kepada penduduk desa bahwa mereka akan dibayar pada bulan September 2021. Namun hingga bulan Oktober ini, belum ada sepeserpun uang yang mereka terima.

Padahal mereka dijanjikan akan menerima 105.000 kip atau sekitar 10,59 dolar AS untuk setiap meter persegi tanah mereka yang terpakai untuk pembangunan jalur kereta cepat.

Angka itu pun sebenarnya lebih rendah daripada rata-rata harga jual tanah di wilayah tersebut, mengingat sebagian besar tanah yang dilintasi jalur kereta cepat itu adalah tanah garapan seperti sawah.

“Warga desa membutuhkan 207.000 kip (20,88 dolar AS) per meter persegi, karena tanah yang diambil untuk jalur kereta api sangat produktif secara ekonomi,” katanya.

Penduduk desa pun bukan tanpa upaya untuk menanyakan perihal hak yang seharusnya mereka terima. Seorang penduduk desa lainnya mengatakan kepada RFA bahwa dia dan penduduk desa lainnya diberitahu oleh pihak berwenang bahwa mereka akan ditangkap jika mereka terlalu sering turun untuk menanyakan kapan pembayaran mereka akan masuk.

“Sebagian besar dari kami belum menerima ganti rugi atas tanah kami, tetapi proyek ini akan segera selesai,” katanya.

“Dan ketika kami datang untuk menanyakan tentang uang kami, seorang pejabat mengatakan kepada kami untuk tidak terlalu sering bertanya, dan kami akan ditangkap jika kami bertahan,” jelasnya.

Padahal, sambungnya, penduduk desa sudah menantikan kompensasi bukan sehari-dua hari, melainkan bertahun-tahun. Mereka kerap diajak untuk melakukan pertemuan untuk membahas soal kompensasi, namun tidak ada tindak lanjut yang dilakukan.

“Ketika kami menelepon kantor, tidak ada yang mengangkat telepon. Dan jika mereka mengangkat, mereka hanya menyuruh kami untuk berbicara dengan pejabat itu atau pejabat ini,” katanya.

Saat dihubungi untuk dimintai komentar, seorang pejabat di salah satu kantor distrik Hatxayphong yang menolak menyebutkan namanya mengatakan bahwa saat ini, tidak ada perintah dari otoritas yang lebih tinggi untuk membayar kompensasi kepada penduduk desa.

Sang pejabat itu juga mengaku tidak yakin berapa banyak penduduk desa yang masih menunggu untuk dibayar.

Pada saat yang sama, penduduk desa di distrik Naxaythong Vientiane justru telah ditolak kompensasinya karena mereka dianggap tidak memiliki hak atas tanah yang diambil pengembang dari mereka untuk pembangunan jalur kereta cepat.

Seorang penduduk desa setempat mengatakan bahwa para penduduk desa yang tanahnya digunakan untuk pembangunan jalur kkereta cepat itu telah mengajukan sertifikat baru atas tanah mereka dua tahun lalu, tetapi sejauh ini tidak ada hasil.

“Ketika kami turun untuk bertanya kepada pejabat dari kantor lain di distrik tentang gelar kami, kami diberitahu bahwa itu belum selesai, dan kami harus berbicara dengan komite yang mengerjakannya,” katanya.

Dihubungi oleh RFA, seorang pejabat di kantor distrik terkait menolak berkomentar. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA