Unjuk rasa diawali dengan damai pada Rabu siang (9/6), namun bentrokan terjadi pada malam hari antara pengunjuk rasa dengan polisi di ibukota Bogota, Madellin, dan kota-kota lainnya.
Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya penindasan polisi dan kebijakan publik yang lebih mendukung untuk mengurangi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 oleh pemerintahan Presiden Ivan Duque.
"Kami membutuhkan kesempatan, dan untuk pendidikan, kesehatan, menjadi hak dan bukan hak istimewa," kata siswa sekolah menengah Sofia Perico, 15 tahun yang ikut berunjuk rasa bersama keluarganya di Bogota.
"Kami menginginkan perubahan dalam kebijakan sosial, dalam kebijakan ekonomi. Rakyat tidak bisa menahannya lebih lama lagi," kata seorang guru, Dernir Galvis, demonstran lainnya.
Unjuk rasa di Kolombia sudah berlangsung sejak 28 April, yang dipicu oleh penolakan terhadap RUU reformasi pajak yang sebagian besar akan mempengaruhi kelas menengah.
Setelah pemerintah mencabut RUU tersebut, unjuk rasa tetap dilakukan dengan tuntutan yang lebih luas.
Selama enam pekan terakhir, unjuk rasa dengan memblokade jalan dilakukan hampir setiap hari.
Setidaknya 61 orang, termasuk dua petugas polisi, tewas sejak protes dimulai. Sementara sekitar 2.400 warga sipil dan petugas polisi terluka.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: