Korban terus berjatuhan, hingga data terakhir menunjukkan sekitar 745 korban tewas karena kekerasan aparat.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Rizal Ramli mengatakan, Myanmar berada di ambang perang saudara. Dengan junta yang tidak mau bernegosiasi untuk perdamaian, pasukan etnis bersiap untuk membalas dendam dan prospek dalam waktu dekat terlihat semakin suram.
"Tragisnya, ada perasaan terpuruk masyarakat internasional tidak akan berbuat banyak selain mengeluarkan kata-kata kecaman kepada militer yang dikenal dengan istilah Tatmadaw," ujarnya dalam artikelnya ditayangkan di Straits Times, Sabtu (24/4).
Ini bukan pertama kalinya para pemimpin dunia berpaling dari rakyat Myanmar. RR, sapaan akrab Rizal Ramli, mencatat, dalam Revolusi Saffron 2007, Tatmadaw membantai orang tak berdosa dan mengirim ratusan orang ke gulang Myanmar. Mulai tahun 2017, Tatmadaw melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine, melakukan tindakan mengerikan seperti pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan geng, pembakaran, dan pembunuhan bayi.
"Hampir satu juta Rohingya melarikan diri ke negara lain dan puluhan ribu tewas, itu jelas merupakan tindakan genosida, tetapi kepemimpinan Tatmadaw hingga hari ini tetap tidak dihukum," katanya.
Ketika seluruh penduduk berada di bawah ancaman Tatmadaw, orang harus berharap bahwa organisasi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ASEAN akan mengambil tindakan cepat dan konkret untuk mengatasi kekerasan dan mencegah pertumpahan darah.
Di sisi lain, Rusia dan China mengumumkan bahwa mereka akan menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir setiap langkah yang memberlakukan tindakan hukuman terhadap Tatmadaw, seperti embargo senjata dan sanksi ekonomi.
Saat ini, Indonesia menjadi tuan rumah KTT ASEAN yang akan membahas situasi darurat Myanmar. Dengan kekerasan yang tidak kunjung mereda dan tatmadaw tidak mengidahkan saran dunia internasional, apa yang sebenarnya bisa dicapai ASEAN?
"Thailand, Vietnam, Laos dan Kamboja, semuanya diperintah oleh rezim otoriter, kemungkinan besar tidak akan menyetujui sanksi kolektif. Di sisi lain, Singapura, Indonesia dan Malaysia menyadari bahwa reputasi Asean sedang dipertaruhkan dan oleh karena itu kemungkinan besar akan mendukung tindakan yang lebih dari sekadar tamparan di pergelangan tangan," kata RR.
Krisis di Myanmar adalah krisis luar biasa yang mengharuskan negara-negara anggota untuk tidak melakukan bisnis seperti biasa. Sehingga perlu adanya campur tangan ASEAN.
"Kepala Junta Min Aung Hlaing, yang menghadiri pertemuan Asean, seharusnya tidak diizinkan menggunakan KTT sebagai platform untuk membenarkan perilaku kriminal Tatmadaw. Suara ASEAN harus lantang dan langsung ke intinya. klaim Tatmadaw bahwa Liga Nasional untuk Demokrasi Aung San Suu Kyi melakukan kecurangan pemilu bukanlah pembenaran untuk kudeta," jelas RR.
Pimpinan junta, termasuk Hlaing, harus diingatkan bahwa tindak kekerasan yang mereka lakukan bukan hanya urusan rumah tangga, menurut RR. Tindakan mereka memiliki dampak regional yang parah. Pembantaian mereka terhadap Rohingya, misalnya, memicu krisis pengungsi di seluruh wilayah.
Jika dibiarkan, konflik dapat memicu krisis pengungsi dan kemanusiaan yang lebih besar di seluruh Asean. Jika Tatmadaw tidak mau bekerja menuju jalan untuk memulihkan perdamaian, maka ASEAN harus mencoba mencari cara untuk mempersulit Tatmadaw untuk membunuh.
Untuk berbagai alasan, ASEAN mungkin tidak bersedia untuk bertindak secara kolektif, tetapi negara-negara anggota yang bersedia untuk bertindak secara individu harus menggunakan KTT tersebut sebagai kesempatan untuk mendiskusikan bagaimana mereka dapat mengoordinasikan tindakan mereka di luar ASEAN.
Amerika Serikat dan Uni Eropa telah memberlakukan sanksi ekonomi pada jajaran senior Tatmadaw dan bisnis mereka.
"Jika Tatmadaw menolak seruan untuk resolusi damai, maka masing-masing anggota Asean harus mengikuti jejak Washington dan Brussels dengan kombinasi embargo senjata, embargo perdagangan dan pembekuan aset individu atau perusahaan Tatmadaw yang ditahan di bank domestik negara-negara anggota Asean," kata RR.
Sanksi ini harus dirancang untuk menimbulkan kerusakan ekonomi semaksimal mungkin.
Akhirnya, ASEAN seharusnya tidak hanya menyuarakan kecamannya terhadap Tatmadaw. Tetapi juga harus mencaci China dan Rusia karena tidak mau membiarkan Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi internasional pada jenderal pembunuh Myanmar.
BERITA TERKAIT: