Beberapa waktu lalu Afrika Selatan telah menyepakati pembelian satu juta dosis vaksin AstraZeneca dan Universitas Oxford. Namun kesepakatan tersebut dibatalkan dan Afrika Selatan beralih membeli Johnson & Johnson (J&J).
Dikutip dari
Sputnik pada Senin (15/2), beralihnya kesepakatan tersebut diduga terkait dengan perusahaan produsen vaksin Aspen Pharmace yang telah memiliki lisensi J&J.
Ketika pemilu Afrika Selatan 2017, Ramaphosa dan partai politiknya, Kongres Nasional Afrika (ANC), menerima sumbangan dari eksekutif Aspen Pharmace, Stavros Nicolaou sebesar 150 ribu Rand secara pribadi. Perusahaan juga memberikan jutaan Rand untuk kampanye Ramaphosa.
"Seseorang membukakan pintu untuk Aspen, mereka mendapatkan segalanya di piring perak dengan bantuan dari atas," klaim seorang pejabat, seperti dimuat
The Sunday Independent Melalui kesepakatan dengan Aspen, Afrika Selatan akan menerima 80 ribu dosisi vaksin pada pekan depan dan 500 ribu lainnya dikirim secara berkala selama empat bulan ke depan.
Kendati begitu, Otoritas Pengaturan Produk Kesehatan Afrika Selatan (SAHPRA) sendiri belum memberikan izin penggunaan untuk vaksin J&J.
Menurut sumber lain, Ramaphosa dengan sengaja melemahkan Menteri Kesehatan Zweli Mkhize dengan mempolitisasi keadaan darurat dan akhirnya mengambil keputusan membeli vaksin.
Padahal, menurut satu sumber, Mkhize saat ini tengah menggodok kesepakatan pembelian vaksin Sputnik V yang dibuat oleh Institut Gamaleya Rusia, namun akhirnya ditolak Ramaphosa.
"Ramaphosa tidak menghormati Zweli, dia memperlakukannya seperti anak kecil,†kata sumber itu.
“Ketika pandemi pecah, pemerintah China mendekati menteri dengan sumbangan lebih dari satu juta Alat Pelindung Diri (APD), tetapi presiden hentikan donasi itu karena itu akan membuat Mkhize bersinar," lanjutnya.