Angkatan Laut AS menyatakan dua kapal induknya, USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, kembali ke Laut China Selatan pada Jumat (17/7). Setelah pada 4 hingga 6 Juli melakukan operasi dan latihan militer di perairan tersebut.
"Nimitz dan Reagan beroperasi di Laut Cina Selatan, di mana pun hukum internasional mengizinkan, untuk memperkuat komitmen kami pada Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, sebuah peraturan berdasarkan aturan internasional, dan kepada sekutu dan mitra kami di kawasan ini,†ujar Komandan Nimitz, Laksamana Muda Jim Kirk, seperti dikutip
Reuters.
Sementara itu, pada Selasa (14/7),
The Australian melaporkan, Inggris juga akan ikut bergabung bersama AS di Laut China Selatan. Di mana kerajaan akan mengerahkan kapal induk HMS Queen Elizabeth dan sejumlah jet tempur serta helikopter.
Tidak hanya HMS Queen Elizabeth, kapal perang Prince of Wales juga dikabarkan bakal mewarnai ketegangan di Laut China Selatan.
Kabar pengerahkan militer sekutu tersebut diperkuat dengan pernyataan Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzo yang menyatakan akan ada latihan militer gabungan di perairan yang diklaim oleh China dan negara-negara ASEAN tersebut.
Meski begitu, hingga saat ini belum ada komentar resmi dari pemerintah Inggris.
Pengerahan militer Inggris sendiri bukan tanpa alasan. Sejak 1971, Inggris memiliki aliansi militer dengan Singapura, Malaysia, Australia, dan Selandia Baru. Aliansi tersebut bernama
Five Power Defence Arragements (FPDA), di mana Inggris, Australia, dan Selandia Baru bertugas untuk melindungi Singapura dan Malaysia jika ada sesuatu yang mengancam di kawasan.
Sementara itu, sengketa Laut China Selatan melibatkan Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei, Taiwan, dan China.
Pada awal Juli, China yang mengklaim sekitar 90 persen wilayah Laut China Selatan menggelar latihan militer. Aksi tersebut memicu kecaman keras dari Vietnam dan Filipina.
Baru-baru ini, AS juga menyatakan penolakannya atas klaim China di Laut China Selatan, yang berarti Washington tengah mempersiapkan langkah untuk melawan Beijing.
Setiap tahunnya, sekitar 3 triliun dolar AS perdagangan melewati Laut China Selatan. Kawasan ini juga kaya akan sumber daya alam sehingga begitu menarik perhatian banyak negara.
BERITA TERKAIT: