Dalam editorial bertajuk "Special Report: How Turkey’s Courts Turned on Erdogan's Foes" yang dirilis pada Jumat (8/5) itu, diungkapkan Kisanak dan Tuncel adalah dua orang yang divonis bersalah atas tuduhan menjadi anggota organisasi teroris pada Februari tahun lalu. Mereka dihukum 14 dan 15 tahun penjara atas tuduhan tersebut.
Namun ada yang aneh dalam peradilan keduanya. NYT mengungkapkan, butuh sebanyak 16 hakim untuk memutuskan keduanya bersalah.
Persidangan mereka di lakukan di Diyarbakir, kota terbesar di tenggara Turki yang sebagian besar penduduknya adalah orang Kurdi. Dari selusin sesi, Kisanak dan Tuncel hanya satu kali dibawa ke pengadilan, yaitu pada saat pembacaan vonis.
Pengacara mereka, Cihan Aydin mengatakan sulit untuk melakukan pembelaan yang layak karena ia tidak pernah tahu siapa yang akan duduk di pengadilan. Di antara para hakim yang ditunjuk, beberapa bahkan masih muda dan minim pengalaman. Dengan tanpa penjelasan, pengadilan kerap mengganti hakim untuk kasus tersebut.
"Ketua hakim juga diganti empat kali. Di setiap persidangan, ada sekelompok hakim baru, itu setiap kali kami harus memulai pembelaan dari awal," ujar Aydin.
"Tidak mungkin bagi hakim untuk membaca ribuan halaman dalam file kasus, jadi setiap kali kami harus merangkum dan menjelaskan apa yang ada dalam surat dakwaan. Itu tugas kita untuk mengajar para hakim," lanjutnya.
Ketika dikonfirmasi, pengadilan menolak untuk berkomentar terkait hal tersebut.
Di Turki sendiri, tuduhan menjadi anggota organisasi tertoris adalah hal yang biasa. Tepatnya setelah upaya militer gagal untuk menggulingkan Erdogan pada 2016. Pada saat itu pun terjadi penangkapan secara massal.
Perombakan hakim selama persidangan juga tampaknya sudah umum terjadi. Lebih dari selusin pengacara pun sempat mengungkapkan hal tersebut kepada
Reuters.
Pejabat Turki berdalih, perubahan hakim memang dilakukan secara rutin sesuai alasan kesehatan dan administrasi.
Namun para pengacara yang diwawancarai
Reuters mengatakan, itu adalah cara pemerintah untuk mengontrol pengadilan.
"Perombakan hakim secara terus menerus adalah mekanisme yang sangat sederhana namun sangat bermanfaat. Untuk setiap kali pemerintah terlibat seperti ini di pengadilan, ada ratusan kasus di mana hakim mempelajari mereka untuk tidak bertindak terhadap kepentingan pemerintah," ujar seorang analis politik, Gareth Jenkins.
NYT menyebut, peradilan telah digunakan sebagai instrumen untuk memajukan agenda poliltik di Turki selama beberapa dekade. Namun di bawah pemerintahan Erdogan, para oposisi mengatakan hal tersebut semakin melengkung ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Di bawah "pembersihan", ribuan hakim dan jaksa sudab dipecat. Mereka digantikan oleh para pendatang baru yang tidak memiliki pengalaman, bahkan tidak siap untuk menghadapi beban kerja.
Setidaknya sebanyak 45 persen dari sekitar 21.000 hakim dan jaksa penuntut di Turki saat ini hanya memiliki pengalaman selama tiga tahun atau kurang.
"Kami tidak mengklaim bahwa pengadilan itu independen dari pemerintah sebelumnya," kata seorang anggota parlemen dari partai oposisi utama, Partai Rakyat Republik (CHP), Zeynel Emre.
"Namun, periode seperti ini di mana pemerintah menggunakan peradilan seperti pedang pada politik dan terutama oposisi belum pernah terjadi sebelumnya," jelasnya.
Sebagai informasi, Kisanak dan Tuncel ditangkap pada akhir 2016. Mereka adalah tokoh terkemuka dalam kampanye minoritas Kurdi untuk kesetaraan sosial, ekonomi, dan politik. Mereka dinyatakan bersalah sebagai anggota organisasi teroris, yaitu Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
BERITA TERKAIT: