Begitu disampaikan wartawan Kantor Berita Mahasiswa Iran (ISNA), Alireza Bahrami, dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu.
Alireza Bahrami mengatakan, seperti di banyak negara lain, media massa Iran juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dalam beberapa tahun belakangan ini.
Walau digitalisasi mempercepat penyebaran informasi dan membantu mendorong peningkatan kualitas media massa, namun di sisi lain kualitas media massa menjadi sangat dipengaruhi tren social social networks.
Di Iran, sebutnya, perkembangan teknologi yang pesat telah membuat situasi menjadi rumit bagi media massa.
Dia mengatakan, ruang siber dan jejaring media sosial bagi media massa menjadi peluang dan ancaman.
Contohnya, jejaring media sosial telah mengurangi sirkulasi media cetak dan membantu media cetak menjadi lebih multidimensional.
“Tetapi yang menjadi ancaman bagi media massa di Iran adalah situasi internasional yang diciptakan oleh Presiden AS. Sanksi ekonomi khususnya bagi media cetak dan publishing house di Iran telah membuat kondisi yang sangat sulit,†ujarnya.
Dia mengatakan, karena stok kertas yang dikurangi, harga kertas menjadi sangat mahal, bahkan lima kali lebih dari harga tahun lalu.
“Ini mengancam kehidupan pers dan publishing houses, khususnya yang independen dan liberal,†ujar Alireza lagi.
Namun, pemerintah AS selalu mengatakan bahwa sanksi atas Iran ini justru untuk membantu rakyat Iran mendapatkan kemerdekaan.
“Sebagai wartawan, saya menghormati pilihan rakyat AS dan kedaulatan negara mereka. Tetapi di saat bersamaan, saya ingin kolega saya di seluruh dunia, juga rakyat dan pemerintah AS, mengetahui bahwa kebijakan Presiden Trump melawan Iran membuat media liberal Iran terpaksa tutup,†demikian Alireza Bahrami.
BERITA TERKAIT: