Mereka mengatakan bahwa mereka lebih baik mati daripada dipaksa untuk turun di Libya. Mereka khawatir mereka akan disandera dan disiksa oleh penyelundup.
Kapal kargo berbendera Panama, Nivin itu sendiri diketahui membawa puluhan migran ke Misrata pada 8 November lalu. Kapal kemudian berlabuh di Libya sejak 10 November lalu.
Menurut pernyataan PBB yang dikutip kantor berita
AFP, mereka berasal dari Ethiopia, Eritrea, Sudan Selatan, Pakistan, Bangladesh, dan Somalia.
Setelah diselamatkan dari Mediterania, sebanyak 14 orang termasuk anak-anak tanpa pendamping dan seorang ibu dan bayi meninggalkan kapal untuk dibawa ke pusat penahanan resmi di Libya.
Namun sebanyak 77 migran lainnya menolak turun dan bertahan di dalam kapal hingga akhir pekan kemarin (18/11), yang merupakan hari kedelapan sejak kapal berlabuh.
Kelompok kampanye Amnesty International mengatakan bahwa mereka yang diselamatkan tidak boleh dipaksa untuk turun ke pusat penahanan Libya di mana mereka bisa menghadapi penyiksaan dan pelecehan lainnya.
"Berdasarkan hukum internasional, tidak ada yang harus dikirim ke tempat di mana hidup mereka berisiko," tambah Amnesty seperti dimuat
BBC.
Libya sendiri diketahui adalah pusat transit utama bagi para penyelundup yang berusaha membawa migran tidak berdokumen ke Eropa.
[mel]
BERITA TERKAIT: