Trump Picu Perang Dagang

Siapkan Sanksi Buat China

Jumat, 23 Maret 2018, 08:24 WIB
Trump Picu Perang Dagang
Foto/Net
rmol news logo Amerika Serikat (AS) akan menerapkan sanksi perdagangan kepada China atas dasar pencurian hak kekayaan intelektual.

 Sanksi AS terhadap China itu diperkirakan akan juga mencakup pemberlakuan tarif bea masuk.

Gedung Putih mempertimbang­kan pemberlakuan tarif senilai antara 30 miliar-60 miliar dolar AS atau sekitar Rp 410 triliun-Rp 830 triliun, serta berbagai langkah yang akan membatasi investasi.

AS mungkin juga akan menga­jukan pengaduan ke Organisasi Perdagangan Dunia, kata se­orang pejabat kementerian per­dagangan. Langkah itu memicu ketakutan akan terjadinya perang dagang yang lebih luas.

Menurut Gubernur bank sen­tral AS, The Fed, Jerome Powell, adanya kekhawatiran sejumlah pelaku bisnis terhadap kebi­jakan Trump yang memantik perang dagang yang mengancam ekonomi AS. Namun, Trump tampaknya tidak menghiraukan peringatan-peringatan tersebut.

Penasihat Trump di bidang perdagangan, Robert Lighthi­zer belum lama ini dilaporkan memberikan proposal terpisah ke meja Trump yang berisi ke­bijakan tarif untuk barang impor China senilai 30 miliar dolar AS. Trump tampaknya akan meny­etujui proposal tersebut sebagai upaya memenuhi janji kampa­nye politiknya untuk bersikap tegas terhadap mitra dagang AS yang berbuat curang, sehingga membuat lapangan pekerjaan di dalam negeri ikut menyusut.

Rabu (21/3) Lighthizer men­gatakan kepada anggota Kon­gres, AS sedang berusaha mem­berlakukan "tekanan maksimum kepada China dan tekanan mini­mum pada konsumen AS."

Lighthizer mengatakan, per­lindungan kekayaan intelektual sangat penting bagi ekonomi AS.

"Ini masalah yang sangat penting," kata Lighthizer di acara itu. "Kami pikir mungkin itu hal yang paling penting yang bisa dilakukan untuk menyeim­bangkan perdagangan."

Lighthizer mengakui kemung­kinan pembalasan bisa terjadi, dan kalau itu terjadi, industri pertanian AS bisa terpukul. Namun dia mengatakan bahwa hal itu tidak boleh mencegah ASdalam mengambil tindakan.

"Jika ada pembalasan, maka Amerika Serikat harus mengam­bil tindakan untuk membela para petani,"  katanya.

Tetapi sejumlah politisi dan kalangan industri, termasuk pe­rusahaan pengecer, menyatakan kecemasan tentang kemungki­nan terjadinya pembalasan.

"Saya sangat setuju pada up­aya memberantas pelanggaran hak cipta China, dan menuntut pertanggungjawaban mereka-tetapi mari kita menyasar pada apa yang kita inginkan berubah dari China," kata Erik Paulsen, Republikan yang mewakili Min­nesota, kepada Lighthizer, dalam dengar pendapat Rabu.

Bukti Curang

Dikutip dari AFP, juru bicara Gedung Putih, Raj Shah men­gatakan, Presiden AS Donald Trump akan mengumumkan hal tersebut setelah pembicaraan yang berlangsung bertahun-tahun, menemui kegagalan.

Presiden AS sebelumnya seperti Clinton, Bush, dan Obama telah berupaya meminta China untuk menciptakan perdagangan yang adil, namun mereka semua gagal.

Pada Agustus 2017, ASme­nyelediki tuduhan yang dialamat­kan kepada China, yakni China memaksa perusahaan AS yang ingin berbisnis di negara itu untuk dan melakukan alih teknologi dan rahasia perdagangan kepada mitra lokalnya lewat skema perusahaan patungan. Sementara, perusahaan AS tidak bisa memperoleh hak kekayaan intelektualnya secara bebas dari perusahaan China.

AS juga menemukan bukti, China mengarahkan investasi mereka di AS ke industri strategis, dan melakukan serta mendukung serangan siber. Temuan ini meru­pakan hasil 'investigasi 301'.

Selain itu, di Pasal 301 Un­dang-Undang Perdagangan, pe­merintah memberikan kewenan­gan pada diri sendiri untuk secara sepihak memberlakukan sanksi terhadap negara-negara yang dinyatakan tidak berda­gang secara adil.

Kongres juga mengesahkan undang-undang yang akan men­ingkatkan kewenangan pemer­intah untuk meninjau ulang kesepakatan dagang luar negeri, jika dianggap ada ancaman yang ditimbulkan pada perusahaan AS yang didukung negara.

Menanggapi langkah AS, China mengatakan perang da­gang tidak akan menghasilkan pemenang. Presiden China, Xi Jinping telah mengirim penasi­hat utama bidang ekonomi, Liu He ke Washington baru-baru ini untuk membahas ketegangan antara kedua negara. Namun, pejabat AS menyebut tidak ada pembicaraan yang konstruktif dari pertemuan tersebut.

Hari Selasa (20/3), hari tera­khir sidang tahunan Kongres Rakyat Nasional, Perdana Men­teri China, Li Keqiang menga­takan dia berharap kedua pihak bisa tetap "tenang".

Defisit perdagangan AS dan China tahun lalu mencetak rekor 375 miliar dolar AS meski ek­spor AS ke negara tersebut juga mencapai level tertinggi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA