Dia adalah Yanghee Lee. Dia dijadwalkan mengunjungi Myanmar bulan Januari tahun 2018 untuk meninjau kembali masalah hak asasi manusia Myanmar, termasuk dugaan serangan terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.
Namun, pemerintah Myanmar mengatakan telah melarangnya masuk karena menilai dia tidak objektif saat melakukan pekerjaannya.
Menanggapi hal tersebut Lee mengatakan bahwa tindakan itu merupakan sesuatu yang mengerikan.
"Ada begitu banyak harapan agar Myanmar bebas dan demokratis," katanya seperti dimuat BBC.
"Saya sangat berharap pemerintah akan mempertimbangkan kembali keputusan mereka untuk kunjungan saya karena akan sangat disayangkan dan memalukan bagi Myanmar untuk memilih untuk mengikuti jalur ini," tambahnya,
Kekerasan meletus di negara bagian Rakhinepada bulan Agustus lalu, setelah gerilyawan Rohingya Arsa menyerang pos polisi dan tentara menanggapi dengan sebuah tindakan keras militer.
Sejak saat itu, lebih dari 650.000 warga Rohingya atau sekitar dua pertiga dari keseluruhan populasi telah melarikan diri ke Bangladesh.
Kelompok bantuan Médecins Sans Frontières memperkirakan setidaknya 6.700 Rohingya tewas antara 25 Agustus dan 24 September, sementara PBB mengatakan tindakan pasukan negara di Myanmar terhadap Rohingya berpotensi digolongkan sebagai tindakan genosida.
[mel]
BERITA TERKAIT: