Memang PAS, misalnya, secara tradisional menguasai Kelantan. Akan tetapi praktis tidak bergerak lebih maju. Salah satu faktor yang menurut hemat penulis ikut mempengaruhi adalah political leadership yang tidak cukup berhasil meyakinkan masyarakat yang multiras dan agama menjadi pendukung setia.
PAS dengan cita-cita negara Islamnya, misalnya, tidak memperoleh dukungan sepenuhnya bahkan dari orang-orang Melayu muslim sekalipun, apalagi di beberapa negara bagian lain selain Kelantan. Schisme politik Melayu muslim memang sudah terjadi lama sejak masa awal UMNO yang kemudian memunculkan PAS. Dan keberuntungan politik tidak dinikmati oleh PAS, akan tetapi oleh UMNO dengan Barisan Nasionalnya yang kemudian dalam waktu lebih 50 tahun hingga hari ini menjadi
the ruling party.
Politik ideologis Kiri dan Kanan nampaknya kurang mendapatkan tempat karena, terutama sejak tahun 1980an, modernisasi atau pembangunan berhasil memarjinalisasi ke duanya. Apalagi mulai era ini pemerintah UMNO di bawah Mahathir dan dibacked up oleh Anwar Ibrahim melancarkan program Islamisasi.
PAS dan beberapa tokoh ABIM seperti Siddiq Fadhil memang melakukan kritik terhadap Islamisasi ini. PAS bahkan berkeyakinan bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh melakukan Islamisasi dan karena itu tidak alasan untuk mempercayai dan mendukung pemerintah.
Bagi PAS tentu saja Islam adalah solusi dan pilihan yang terbaik bagi Malaysia dengan cara menjadikan Malaysia secara keseluruhan sebagai Negara Islam. Bukan Islam sebagaimana yang ditawarkan pemerintah UMNO-BN yang tetap sekular dan kapitalistik.
Cara pemerintah dalam mengelola negara dan tetap saja akan memberikan peluang terhadap munculnya berbagai bentuk pelanggaran terhadap HAM dan tak kan berhasil menciptakan keadilan dan kesejahteraan ekonomi serta sistim kehidupan/masyarakat yang Islami. Kira-kira seperti itulah keyakinan PAS dan karena itu cita-cita Negara Islam harus terus diperjuangkan.
Menguatnya Oposisi
Hemat penulis, pertikaian Mahathir-Anwar Ibrahim penghujung tahun 1980 yang kemudian mengakibatkan Anwar dipenjara dengan tuduhan sodomi hemat penulis adalah titik berangkat menguatnya oposisi. Munculnya PKR yang dipimpin oleh istri Anwar menjadi babak baru pertarungan politik Malaysia. Meskipun Mahathir waktu itu menunjukkan sikap otoritarian membungkam oposisi, akan tetapi simpati publik terhadap Anwar khususnya dan tuntutan untuk mewujudkan demokrasi makin tak terbendung. Lawan politik UMNO-BM makin menguat dengan terjadinya koalisi oposisi (Pakatan Rakyat/PR) yang terdiri dari PKR, DAP dan PAS menghadapi UMNO-BN dalam Pemilu.
Leadership UMNO-BN pasca Mahathir (Badawi dan Najib) nampak melemah justru pada saat PR makin kuat apalagi sejak Anwar dibebaskan di era Badawi dan memimpin PR. Hasil dua pemilu terakhir menunjukkan UMNO-BN rontok tidak berhasil mempertahankan 2/3 kursi dan PR mendulang hasil yang signifikan. Titik harapan untuk meruntuhkan UMNO-BN semakin jelas. Koalisi oposisi yang masih sangat muda telah berhasil membuat melemahnya konfidensi pilitik UMNO-BN. Tentu saja keberhasilan oposisi ini juga terdukung oleh menurunnya public trust karena berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat.
Gonjang Ganjing Oposisi
Terbentuknya partai baru yang diinisiasi oleh Mahathir (PPBM) menjadi tambahan amunisi politik oposisi. Seiring dengan itu, berita menyeberangnya ratusan kader UMNO ke gerakan oposisi juga fenomena penting betapa degradasi UMNO-BN tak terhindarkan. Beberapa kali perjumpaan dan komitmen Mahathir-Anwar untuk meruntuhkan UMNO-BN menjadi agenda penting yang digerakkan melalui PR (PKR, DAP, PAS dan PPBM).
Pertanyaannya, apakah PR benar-benar solid? Inilah yang menjadi kepedulian Anwar.
Bagi Anwar menyiapkan diri dengan sempurna untuk menghadapi pemilu 2018 jauh lebih penting dari pada memperbincangkan calon Perdana Menteri jika oposisi berhasil memenangkan pemilu. Anwar merasakan bahwa sebetulnya ada problem internal PR yang serius yaitu pertentangan antara DAP dengan PAS yang justru muncul setelah berhasil menaikkan suara pemilu. Yang mencuat di permukaan sebagai sumber konflik ialah soal pemberlakuan hukum Islam terutama di Kelantan, wilayah yang selama ini memang dikuasai PAS.
Ide Hudud ini memang ditolak terutama oleh DAP dan karena itu DAP mendesak agar PAS keluar dari PR karena telah mengkhianati perjuangan. Semula PAS menolak keluar dari PR karena memang tidak ada alasan untuk keluar. Hudud itu intinya adalah keadilan dan karena itu seharusnya didukung karena ketidakadilan adalah merupakan problem Malaysia. Kehawatiran terhadap Hudud terlalu berlebihan.
Bagi PAS, pasti ada alasan lain mengapa DAP sangat bersemangat mendesak PAS untuk keluar dari PR dan menganjurkan agar bergabung ke BN saja. Pada akhirnya, karena desakan politik ini, PAS keluar dari PR setelah mendapatkan Fatwa majelis ulama PAS. Dan PAS memperoleh angin dari UMNO; UMNO berpandangan Hudud harus diperjuangkan meskipun sikap ini menghadapi kritik internal.
PR kehilangan pendukung potensialnya meskipun memperoleh amunisi dari PPBM yang sebetulnya belum teruji kekuatannya. Bahkan DAP pun nampaknya setengah hati untuk berjuang di PR untuk pemilu 2018. Bisa jadi, DAP masih meragukan komitmen Mahathir di PR. Mahathir dinilai memiliki agenda sendiri untuk mendongkrak karir politik anaknya melalui PPBM dan PR. Mirip-mirip Pak SBY dengan Agus. Bagaimanapun jiwa. Ruh dan spirit Mahathir tetaplah jiwa UMNO. Masih terjal jalan politik oposisi Malaysia.
[ian]
Penulis adalah pakar politik Malaysia
BERITA TERKAIT: