Begitu kata anggota Parlemen Malaysia sekaligus Ketua Asean Parliamentarians for Human Rights (APHR) Charles Santiago menanggapi pembunuhan terhadap aktivis HAM dan penasihat hukum dari Konselor Negara Aung San Suu Kyi dan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Myanmar, U Ko Ni.
Charles mengaku menyesalkan aksi pembunuhan tersebut dan meminta masyarakat, khususnya minoritas Myanmar untuk lebih waspada.
"Kematian U Ko Ni bukan saja merupakan kehilangan besar bagi Myanmar, tapi untuk semua ASEAN," ujarnya.
Bagi APHR, U Ko Ni adalah seorang veteran perjuangan demokrasi Myanmar dan dikenal bersuara konsisten untuk toleransi dan hak asasi manusia. Perjuangan U Ko Ni untuk perlindungan hak-hak minoritas adalah sebuah inspirasi bagi semua yang berjuang melawan kebencian, kefanatikan, dan penganiayaan.
"Belasungkawa terdalam kami sampaikan kepada keluarganya dan seluruh rakyat Myanmar," sambung Charles.
Pihak berwenang harus segera dan mengusut tuntas insiden ini dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan. Pihak berwenang juga harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin keselamatan dan keamanan semua populasi minoritas di Myanmar, termasuk muslim, selain mengutuk semua ujaran kebencian dan praktek kekerasan.
Menurut Charles, pembunuhan U Ko Ni oleh disersi militer di airport menunjukkan adanya paradok di Myanmar, dimana ujaran dan tindakan intoleransi dibiarkan sementara pemerintah mempropagandakan keberhasilan reformasi dan kemajuan demokrasi.
"Pidato kebencian dan nasionalisme ekstrim harus dilarang demi tercipta perdamaian sehingga pembangunan dan demokrasi bisa diwujudkan di Myanmar," lanjut Charles Santiago.
Sementara itu anggota APHR yang juga anggota Komisi XI DPR RI Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa U Ko Ni semupakan sosok yang dikenal ahli soal Konstitusi 2008 Myanmar yang kontroversial.
"Dia banyak bertanya bagaimana Indonesia mengatasi ujaran kebencian, saya menjawab kuncinya di penegakkan hukum yang tegas," ujar Eva Sundari mengenang pertemuan dengan U Ko Ni pada Rabu (25/1)lalu di Habibie Center, Jakarta.
Politisi PDIP ini berharap kematian U Ko Ni ini justru menjadi pemicu lahirnya pejuang-pejuang HAM lain di Myanmar.
"Semoga perjuangan almarhum berlanjut, kematiannya justru melahirkan pejuang-pejuang muda HAM untuk Myanmar dan Asean," lanjut Eva Sundari.
Lebih lanjut, Eva Sundari berharap agar Pemerintah Indonesia dapat memberikan bantuan teknis untuk soal pengembangan demokrasi dan toleransi kepada Myanmar selain bantuan kemanusiaan dan makanan untuk komunitas Rohingya.
"Walau masih ada kekurangan, faktanya Indonesia dianggap paling maju demokrasinya di Asean di tengah tekanan trend global terkait ancaman intoleransi," pungkasnya
.[ian]
BERITA TERKAIT: