Dalam sebuah laporan yang dirilis bulan lalu, para penyelidik PBB menyebut bahwa ada ribuan orang telah disiksa, mengalami pelecehan seksual dan bahkan hilang selama kekerasa politik.
Laporan tersebut dibuat berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh penyelidik PBB. Mereka menemukan banyak bukti pelanggaran hak asasi manusia yang kemungkinan besar dilakukan oleh pemerintah Burundi dan pihak-pihak terkait.
Mereka juga memperingatkan bahaya genosida dari kekerasan yang meningkat.
Dalam sebuah surat yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Burundi Alain Aime Nyamitwe, tiga penyelidik PBB yakniPablo de Greiff dari Kolombia, Christof Heyns dari Afrika Selatan, dan Maya Sahli-Fadel daro Aljazair tidak lagi diterima di Burundi.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric awal pekan ini mendesak Burundi untuk terus bekerja sama dengan para peneliti.
"Sangatlah penting bahwa Burundi dan setiap negara lainnya bekerja sama sepenuhnya dengan mekanisme HAM PBB dan yang termasuk bekerja dengan orang-orang yang mewakili itu," katanya.
Keputusan itu muncul beberapa hari setelah Burundi mengumumkan rencana untuk menarik diri dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Langkah Burundi untuk hengkang dari ICC sendiri dilakukan setelah ICC mengumumkan rencana investigasi masalah kekerasan di dalam negeri.
Sebagai informasi, konflik politik diwarnai kekerasan terjadi di Burundi sejak April 2015 lalu di mana Presiden Pierre Nkurunzinza memulai upaya untuk bisa mendapatkan masa jabatan ketiga.
Sejak itu, lebih dari 500 orang tewas dan sedikitnya 270.000 telah melarikan diri.
[mel]
BERITA TERKAIT: