Jepang Pelajari Resiko Kematian Akibat Jam Kerja Panjang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Minggu, 09 Oktober 2016, 15:20 WIB
Jepang Pelajari Resiko Kematian Akibat Jam Kerja Panjang
Pekerja Jepang/Press TV
rmol news logo Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh pemerintah Jepang menunjukkan bahwa sekitar satu dari lima perusahaan memiliki karyawan yang menghadapi resiko kematian akibat jam kerja yang panjang di tempat kerja mereka.

Survei yang diterbitkan oleh kabinet Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe itu menunjukkan bahwa 22,7 persen perusahaan yang disurvei antara Desember 2015 hingga Januari 2016 memiliki lebih dari 80 jam lembur per bulan.

Laporan tersebut juga menambahkan bahwa sekitar 21,3 persen karyawan di Jepang rata-rata telah bekerja 49 jam, atau lebih setiap minggunya. Jumlah tersebut lebih tinggi di banding Amerika Serikat dengan 16,4 persen dan Inggris dengan 12,5 persen.

Hal ini sejalan dengan ratusan kematian yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti stroke, serangan dan bunuh diri yang dilaporkan terjadi di Jepang setiap tahunnya.

Menurut sebuah laporan investigasi yang dikutip oleh The Japan Times, sekitar 2.159 orang memilih untuk bunuh diri pada tahun 2015 karena tingkat stres yang tinggi dan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.

Sejak 1980-an, masalah kematian dari kerja paksa, yang dikenal dalam budaya Jepang sebagai "karoshi," serta kematian dan gangguan kesehatan, psikologis, dan emosional yang dihasilkan dari itu, telah diakui di dalam negeri, dengan karyawan mendorong pejabat untuk memanggil perusahaan untuk memperbaiki kondisi kerja.

Pemerintahan Jepang saat ini bertujuan untuk mengurangi persentase karyawan yang bekerja lebih dari 60 jam setiap minggunya. [mel]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA