Dari pos pemeriksaan depan, pengunjung masih harus berjalan sekitar 100-an meter agar bisa sampai di Masjid al-Aqsha. Di jalan ini, pengunjung kembali harus melewati dua tentara Israel bersenjata laras panjang yang mengawasi. Tapi disini tak ada pemeriksaan.
Jalan ini, nantinya ada yang mengarah ke kanan, memasuki jembatan menuju pintu Mughrabi (al-Magharibah) yang agak menanjak, mengantar pengunjung memasuki halaman belakang al-Aqsha. Bila lurus sebelum memasuki jembatan, kita akan berada di bawah jembatan dan akan sampai ke Tembok Ratapan (Western Wall), tempat berdoa ummat Yahudi. Tembok ini menempel ke bagian bawah halaman belakang al-Aqsha. Dari arah jalan tadi, posisinya juga akan berada di sebelah kanan.
Sementara bila ke kiri, kita akan sampai ke Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre/Sanctum Sepulchrum), yang oleh banyak orang Kristen, situs ini dipercaya sebagai Golgota, tempat Yesus disalib.
Kami memasuki jalan yang mengarah ke jembatan menuju al-Aqsha. Di sebelah kanan, yang terlihat hanya dinding-dinding masjid yang tinggi. Sebagaimana umumnya bangunan lainnya, warna dinding ini seragam warnanya, krem, warna batu kapur yang dipoles.
Karena pintu masuk ini dekat ke dinding kanan, kubah al-Aqsha agak tertutup dinding. Saat memasuki jembatan mengarah ke pintu, di bawah sudah tampak Tembok Ratapan. Hanya ada sedikit orang-orang Yahudi berada di bawah sana. Tapi dari sini terlihat jelas, tempat ibadah kaum Yahudi ini adanya di bawah, dan hanya menempel ke bagian halaman belakang al-Aqsha.
Masjid al-Aqsha yang luasnya sekitar 14,4 hektar ini memiliki 10 pintu masuk. Sejumlah pintu tertutup dinding karena alasan keamanan. Hati saya sedikit berdegup, saat kian mendekati kiblat pertama ummat Islam ini melalui pintu al-Magharibah.
Pintu ini juga dikenal dengan sebutan Pintu an-Nabi atau Pintu al-Buraq. Karena diyakini, melalui pintu inilah Rasulullah saw masuk ke dalam Masjid al-Aqsha ketika malam isra' (perjalanan malam hari) dari Masjidil Haram di Makkah (Saudi Arabia). Pikiran saya melayang, ke peristiwa 1400 tahun silam.
Pintu ini juga dinamakan Pintu Al-Magharibah, karena mempunyai akses langsung ke perkampungan orang-orang Maroko (Moroco District). Kampung ini sudah digusur dan diganti dengan perkampungan Yahudi.
Begitu keluar dari jembatan Mughrabi, kami muncul di sebuah alun-alun persis di belakang Masjid al-Aqsha. Haru rasanya, karena masjid itu hanya tinggal beberapa puluh meter di depan.
Di depan pintu, kami dicegat oleh satuan gabungan Pasukan Keamanan Israel dan Satuan Waqf Islam Yerusalem. Yang terakhir merupakan lembaga di bawah Kementerian Pengelola Tempat-tempat Suci Islam Yordania. Mereka inilah yang bertanggungjawab terhadap pengamanan area dalam al-Aqsha dan Qubbatus Shakhra (Dome of Rock).
Unit Israel, memastikan orang Yahudi tidak berdoa di area atas Temple Mount. Unit Yordania, memastikan yang memasuki al-Aqsha adalah benar-benar orang Islam saja. Saya dengar, kadang orang yang akan masuk masjid mereka tes dahulu bacaan al-Qur'annya. Kebetulan, saya dan beberapa teman tidak dites.
Melihat unit penjaga Yordania ini saya jadi terhibur. Artinya, ummat Islam berarti tidak dikesampingkan oleh penguasa Israel dalam menjaga situs suci al-Aqsha. Mereka tentunya juga jadi "mata" bagi ummat Islam seluruh dunia. Meski area al-Aqsha dikuasai oleh Israel, ummat Islam yang diwakili Yordania juga terlibat menjaga disini.
Satuan Waqf Islam Yerusalem sebenarnya sudah semacam jadi juru kunci al-Aqsha dan Kota Tua Yerusalem Sultan Salahuddin al-Ayyubi menakulukkan Kerajaan Yerusalem pada tahun 1187. Setelah Israel mengusai Yerusalem pada Perang Enam Hari pada Juni 1967, Israel kembali mengizinkan keterlibatan Satuan Waqf Islam Yerusalem ini. Waqf terdiri dari Hakim Agung Yerusalem dan Dewan Ummat Islam.
Meski dari pintu belakang, al Aqsha ini terlihat amat megah. Pintunya menjulang tinggi. Kami dianjurkan shalat menghormati (tahiyyat) masjid. Saya pun berwudhu di air mancur yang amat bersejarah, yang disebut al-Kas (cankir). Adanya di lapangan belakang sebelah utara.
Al-Kas pertama dibangun pada tahun 709 oleh Dinasti Umayyah dan diperluas pada 1327-28 oleh Gubernur Tankiz. Seperti di beberapa masjid, di tempat wudhu ini tersedia tempat duduk yang dibangun pada abad ke-20. Di sekitar tempat wudhu ini pun juga tampak sejumlah Pasukan Keamanan Israel berjaga-jaga.
Bersambung
BERITA TERKAIT: