Tempe Menghilang, Seleb Uring-uringan

Minggu, 29 Juli 2012, 08:49 WIB
Tempe Menghilang, Seleb Uring-uringan
Olga-Ririn-Virda-Anna
rmol news logo Tahu dan tempe bukan cuma milik masyarakat kecil. Kaum selebritis pun ikut uring-uringan dengan kabar kelangkaan dua makanan pokok itu. Mereka satu suara menunjuk pemerintah sebagai penyebab utama krisis tempe. Berikut ini curhat para seleb soal langkanya tempe dan tahu kepada Rakyat Merdeka saat dihubungi dan ditemui di berbagai tempat.

Olga Lidya, Kebijakan Pangan Asal-asalan

Langkanya tahu dan tempe di pasaran dinilai Olga Lidya sangat merugikan masyarakat kecil. Masalahnya bersumber dari melonjaknya harga kedelai karena pemerintah tidak serius dalam mengelola pangan.

“Tahu dan tempe itu dekat sekali dengan masyarakat Indonesia. Sumber protein yang murah. Prihatin sekali kalau tiba-tiba hilang karena salah urus,” kata Olga.

Artis berdarah Tionghoa ini tak habis pikir kenapa Amerika jadi penghasil kedelai terbesar di dunia, bukannya Indonesia yang gemah ripah loh jinawi (kaya raya, makmur). Kondisi miris ini tercipta karena pemerintah asal-asalan dalam membuat dan melaksanakan kebijakan pangan nasional. 

“Kadang-kadang kebijakan yang dibuat di Indonesia itu tidak based on riset. Padahal jika serius, kita harusnya sudah tahu kebutuhan kedelai berapa, tau konsumsi tahu-tempenya berapa. Jangan tiba-tiba kok habis. Nggak bisa pakai kira-kira semua, soalnya menyangkut kebutuhan banyak orang,” tutur Olga.  

Bintang film Soegija ini juga menyentil pemerintah yang selalu telat dalam urusan ‘remeh temeh’. Padahal, kata Olga, kasus seperti langkanya kedelai itu selalu berulang tiap tahun.

“Perhatian pemerintah ada pas keadaan genting saja. Kalau bisa ditanam di Indonesia. Mending kita tanam sendiri dibanding ambil dari luar. Kedelai kok ikutan impor,” kritiknya.

 Lebih dalam, Olga menyimpulkan bahwa pemerintah tidak sensitif terhadap masalah ekonomi dan sosial. Kelihatannya pemerintah kelewat responsif terhadap orang kaya dan kaum pemodal tapi ‘malas’ kepada masyarakat biasa kelas bawah. “Boleh dibilang terlalu elit,”’tukas pebisnis studio rekaman, tempat biliar dan restoran ini.

Sebagai otoritas, pemerintah diminta Olga bisa merayu petani agar tidak ketergantungan pada kedelai impor. Caranya bisa macam-macam, antara lain intens membina petani kedelai dan secara periodik memberikan intensif.

“Setahu saya, kedelai impor murah harganya karena disubsidi negara pengekspor seperti Amerika dan bea masuk yang rendah. Akibatnya petani tidak bersemangat untuk menanam kedelai.

Bicara seperti ahli pangan, Olga menganggap Indonesia satu-satunya negara di dunia yang tidak memberikan perhatian dan insentif bagi para petani kecilnya.

“Jika negara ingin mandiri dan berdaulat pangan, konsumen harus mendukung petani dan negara memberikan insentif kepada produsen,” ucap produser film’ Curhat Dengan Sahabat ini.

Ke depan, Olga minta pemerintah mulai memberdayakan lembaga riset serta universitas untuk bisa memacu kebutuhan pangan dalam negeri.  

Ririn Ekawati, Aneh, Di Singapura Malah Banyak Tempe

Ririn Ekawati cukup ber­un­tung, daerah tempat tinggalnya tidak mengalami kelangkaan tem­pe-tahu. Jadi, dia masih bisa membeli dan memasak tempe-tahu untuk keluarga tercinta.

“Alhamdulillah, aku nggak mengalami kelangkaan. Nggak ke­ganggu juga. Emang kebe­tulan pasar di sekitar rumahku ce­pat tanggap. Pasokan dari Ja­karta habis, mereka minta lang­sung ke daerah,” beber Ririn.

Meski begitu, bintang film Di Timur Matahari ini tetap mengikuti berita aksi protes dan de­mo yang sempat dilakukan ko­perasi tahu dan tempe Indo­nesia. Meski agak kelewatan ka­rena memaksa penjual mo­gok, Ririn tahu diri itu semua ben­tuk ekspresi kekecewaan pihak-pihak yang terlibat langsung produksi dan dis­tribusi tahu-tempe.

“Sejujurnya agak aneh tem­pe-tahu langka disini. Disana (luar negeri) menjamur. Waktu aku ke restoran Indonesia di Singa­pura dan Malaysia belum lama ini, banyak kok sediain me­nu tempe-tahu. Kenapa pas ba­lik jadi langka ya,” tanya Ririn keheranan.

“Mungkin dari produksi kacang kedelai menurun. Biasa­nya, kacang-kacangan seneng tum­buh di musim hujan. Terus susah dikirim. Mungkin harga pa­da naik, mereka kirim keluar (ne­geri) bahkan ditimbun,” tebak ibu satu anak ini.

Tegasnya, Ririn mau me­nya­lahkan siapa pun. Tapi se­kadar mengingatkan, bila nasib petani atau produsen kedelai tetap su­sah, mereka akan terus diken­dalikan oleh bandar atau spe­kulan. Buntutnya kedelai lang­ka dan tahu-tempe jadi meng­hilang.

“Perhatiin usaha kecil. Ba­nyak dari mereka mati segan hidup tak mau. Mungkin ini (kenaikan kedelai) jadi mo­men­tum mereka jual dan produksi terbatas. Apalagi cu­kong-cukong pintar manfaatin peluang. Diborong tuh kedelai, terus ditimbun. Paling dike­luarkan pas harga naik tajam. Mereka (petani) kedelai hanya korban sistem, situasi dan kepentingan,” tutur ibu guru di film Serdadu Kumbang ini.

Kepada pemerintah, Ririn ber­harap produsen dan petani lokal dilindungi dan diperhatikan.

Virda Anggraini, Belajarlah Dari Thailand

Saking kesalnya dengar kasus tempe-tahu langka, Virda Anggraini siap ber­hadapan dengan pihak-pihak yang me­nyebabkan ‘identitas-nya’ Indonesia itu hilang dan juga mahal.

“Saya pecinta tempe. Pembatasan nggak bisa dong. Tempe itu identitas bangsa. Kita harus bangga disebut generasi tempe. Saya nggak marah disebut begitu. Itu tandanya saya punya identitas diri,” ucap Virda.

Bintang film I’m Star ini jadikan tempe makanan pokok kedua setelah nasi. Ini bukannya latah ikut-ikutan omongan orang, tapi berdasarkan pengalamannya sendiri dalam memasak atau nyemplung di dunia kuliner.

“Nggak ada tempe sehari nggak enak makannya. Makan nasi sama tempe aja pun jadi,” ujar Virda.

Mengira-ngira, dia bilang pokok ma­salah langkanya tempe-tahu itu karena kacaunya sistem serta distribusi kedelai. Terlebih Indonesia sudah jadi pengimpor bahan baku tahu-tempe itu.

“Kita harus cepat tanggap. Bagus se­karang langka, kalau hilang beneran gi­mana,” tukas peraih Best Artist Excellence dalam Film Cerita Terbaik di Los Angeles Movie Award 2012.

Apapun ceritanya, Virda merasa kasihan dengan para petani kedelai dan pedagang tempe. Mereka yang paling ketiban susah, kehilangan pendapatan. Apalagi sempat ada paksaan buat pedagang untuk stop jual tempe.

“Inget loh, makanan itu sumber kehi­dupan, termasuk berbangsa dan bernegara. Kalau dibatasin, juga batasin penghasilan orang yang berhubungan sama tempe. Parahnya, ini bakal pangkas ekonomi rakyat kecil,” ujarnya.

Virda juga khawatir kelangkaan ini akan berpengaruh pada kemampuan produksi dan kualitas kedelai.

“Pengalaman kan ada, dulu kita sering ekspor kedelai ke Thailand. Orang kita yang ajarin gimana menanam yang benar. Se­karang orang Bangkok datang ke Indonesia buat ngajarin orang kita. Kan aneh,” tutur Bintang film L4 Lupus ini.

Lebih jauh, janda tanpa anak ini menilai prospek kedelai negeri Gajah Putih itu lebih maju karena mereka mau belajar dan bangga produksi sendiri.

“Disana dikembangin proses tanam sayur dan buah-buahan yang tahan banting di berbagai musim. Pakai teknologi canggih dan rekayasa genetika. Terbukti bisa tingkatkan produksi dalam negeri. Kalau lebih bisa diekspor. Kenapa kita nggak bisa kayak begitu,” cetus janda tanpa anak ini.

Virda mengerti pemerintah punya kelemahan dalam mengurusi pangan nasional. Tapi itu bukan berarti pada cukong dan spekulan bisa menimbun kedelai atau tempe-tahu di pasaran. Itu namanya sama-sama buat susah masyarakat.

“Kalau dibatasin, keteraluan banget. Pemerintah kan cuma ciptakan sistem. Nah yang ngejalaninnya nih lagi error. Bukan salah pemerintahnya, kan mereka juga banyak urusan yang lebih urgent. Kasihan juga mereka (pemerintah) sibuk ngurusin tempe,” paparnya.

Anna Tarigan, Siap Lawan Pemerintah

Artis senior ini shock men­dengar kabar tahu-tempe hi­lang di pasaran. Pasalnya kedua ma­kanan tradisional itu bagian me­nu favorit keluar­ganya. Ma­kin pa­nik saat Anna mendapati sen­diri tempe mahal dan langka di pasar.

“Itu makanan favorit kita, tahu berenang, sop tahu, mere­ka (anak-anak) senang. Tiap hari beli tahu, tempe orek, maka­nan paling enak sedunia, anak bisa tambah tiga kali deh,” ujar Anna.

Pastinya artis yang mulai melejit di film Kemilau Cinta di Langit Jingga (1985) ini pusing jika dalam seminggu atau sebulan ini tempe-tahu be­neran langka. Bicara pertang­gung­jawaban, Anna langsung tunjuk hidung pemerintah. 

“Itu pusing kenapa hilang. Pe­merintah harus siap akan mem­pertahankan gimana tem­pe tahu ada. Saya nggak punya menu lain, hadapin pemerintah hadapin deh,” tandasnya.

Menurut dia, regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait impor kedelai lebih banyak meng­untungkan importir. Pa­dahal, petani kedelainya itu le­bih penting dan tiap hari ber­juang ekstra keras demi kepen­tingan masyarakat Indonesia. 

“Pastinya sangat menyesal dengan keputusan pemerintah. Kalau peduli pada petani lokal, kita tak perlu lagi menunggu kedelai impor. Kan Indonesia ini surganya lahan pangan,” cetus Anna.

Bintang film L4 Lupus (2011) mendesak pemerintah melaku­kan revolusi pangan. Lepaskan ke­tergantungan kedelai dari ne­gara lain. Caranya lewat per­baikan sistem dan pasar per­tanian agar tidak muncul per­soalan yang lebih besar dari langkanya tempe-tahu.

“Sistem harusnya diper­baiki. Kita harusnya bisa ekspor ke luar, bukan kebalik malah impor,” tegas Anna.

Situasi dinilainya makin runyam manakala kenaikan harga kedelai terjadi justru bersamaan dengan bulan puasa dan lebaran. Namun Anna tak mau berprasangka adanya pihak tertentu yang untung dari kelangkaan kedelai. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA