Manipulasi Ekspor Sawit Rugikan Nilai Tambah Negara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/alifia-dwi-ramandhita-1'>ALIFIA DWI RAMANDHITA</a>
LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA
  • Kamis, 06 November 2025, 23:32 WIB
Manipulasi Ekspor Sawit Rugikan Nilai Tambah Negara
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: RMOL/Alifia)
rmol news logo Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa praktik manipulasi ekspor produk turunan minyak kelapa sawit (CPO) tidak hanya merugikan penerimaan negara, tetapi juga menggerus potensi nilai tambah industri dalam negeri.

“Barang yang seharusnya bisa diolah menjadi produk turunan bernilai tinggi justru keluar begitu saja, dan keuntungan ekonominya dinikmati oleh negara penerima,” kata Agus saat konferensi pers di Jakarta Utara, Kamis 6 November 2025.

Agus menyebut, barang yang diekspor secara ilegal itu merupakan produk samping dari industri biodiesel yang sebenarnya bisa menjadi bahan baku berbagai produk.

“Bila diekspor mentah, barang tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pelarut (solvent), pembersih atau sabun, hingga produk-produk kimia turunan lainnya di negara tujuan,” ungkapnya.

Karena itu, Menperin menilai perlu pengawasan lebih ketat terhadap ekspor produk turunan sawit seperti fatty matter. Ia menegaskan komitmen pemerintah dalam memperkuat hilirisasi industri nasional.

“Kalau ada penyimpangan, misalnya keliruan atau penyalahgunaan kode HS dan sebagainya, tentu itu tidak bisa kita toleransi. Kami akan memperkuat kolaborasi, sinergi, dan kerja sama antar kementerian serta lembaga,” tegas Agus.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkap potensi kerugian negara mencapai Rp140 miliar akibat dugaan manipulasi ekspor produk turunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT MMS dan 25 wajib pajak badan lainnya.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan, berdasarkan analisis DJP, temuan under invoicing yakni selisih harga antara dokumen ekspor dan nilai barang sesungguhnya menjadi sumber utama kerugian negara.

“Kami deteksi di tahun 2025 itu ada sekitar 25 wajib pajak pelaku ekspor yang menggunakan modus yang sama. Ini masih dugaan dari 25 pelaku tersebut, setidaknya total transaksinya itu sekitar Rp2,08 triliun. Jadi potensi kerugian negara dari sisi pajak kami estimasi sekitar Rp140 miliar,” ujar Bimo dalam kesempatan yang sama. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA