RUPS Luar Biasa berlangsung cukup lama memakan waktu kurang lebih lima jam. Namun keputusan yang dihasilkan justru mengejutkan banyak pihak.
Formasi direksi dan dewan komisaris yang ditetapkan menimbulkan pertanyaan besar. Alih-alih memilih figur yang memiliki rekam jejak panjang dan relevan di industri gas, justru tidak dijalankan. Keputusan yang diambil terkesan tidak berorientasi pada kompetensi semata.
Penunjukan nama baru di posisi strategis diduga lebih didasarkan pada kepentingan di luar bisnis inti PGN. Tentunya hal ini memunculkan kekhawatiran akan masa depan perusahaan, terutama dalam menghadapi tantangan bisnis yang semakin kompleks.
Ini menunjukkan bahwa lobi politik dan kepentingan kelompok memiliki peran signifikan dalam penentuan struktur manajemen di BUMN, mengalahkan pertimbangan profesionalisme.
Mampukah mereka membuktikan bahwa kekhawatiran ini tidak beralasan dan membawa PGN ke arah yang lebih baik, atau justru menjadi babak baru dari ketidakpastian?
Seperti diketahui, subholding Gas Pertamina, menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang membahas agenda penting termasuk penetapan susunan baru Direksi dan Dewan Komisaris.
Dalam keputusan RUPS, Arief Kurnia Risdianto ditetapkan sebagai Direktur Utama PGN. Sementara itu, sejumlah nama baru juga resmi mengisi jajaran direksi, yakni:
Direktur Infrastruktur dan Teknologi: Hery Murahmanta
Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis: Mirza Mahendra
Direktur Keuangan: Catur Dermawan
Direktur Komersial: Aldiansyah Icham
Direktur Manajemen Risiko: Eri Surya Kelana
Direktur SDM dan Penunjang Bisnis: Rachmat Hutama
RUPS juga menetapkan Dewan Komisaris yang terdiri dari:
Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen: Tony Setia Boedi Hoesodo
Komisaris: Edward Omar Sharif Hiariej
Komisaris: Rambe Kamarulzaman
Komisaris: Thanon Aria Dewarnega
Komisaris Independen: Conny Lolyta Rumondor.
BERITA TERKAIT: