Harga Beras Naik, Warga Jepang Cari Alternatif Makanan Pokok

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Jumat, 16 Mei 2025, 13:44 WIB
Harga Beras Naik, Warga Jepang Cari Alternatif Makanan Pokok
Ilustrasi/RMOL
rmol news logo Melonjaknya harga beras di Jepang dan meningkatnya kebiasaan hidup hemat membuat banyak warga mulai mencari alternatif makanan pokok, seperti menambahkan jelai ketan ke dalam nasi, atau beralih ke roti dan pasta.

Kementerian Pertanian Jepang melaporkan bahwa harga rata-rata beras seberat 5 kilogram di supermarket mencapai 4.214 Yen (sekitar Rp500 ribu) pada minggu yang berakhir 6 April. Harga ini dua kali lipat lebih mahal dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kenaikan harga tersebut turut mengubah pola konsumsi masyarakat. Di sebuah supermarket di Tokyo, seorang wanita berusia 70-an mengaku kini lebih sering makan mie dan mengurangi konsumsi nasi.

Seorang ibu muda berusia 20-an yang sedang berbelanja untuk keluarganya berharap harga beras segera turun. 

“Beras adalah kebutuhan pokok. Saya berharap harganya bisa lebih terjangkau,” ujarnya.

Sementara itu, seorang sopir taksi berusia 60 tahun asal Prefektur Chiba mengatakan, “Saya sekarang sarapan roti, dan makan pasta satu atau dua kali seminggu untuk makan malam.”

Tren peralihan dari beras juga terlihat di supermarket. Berdasarkan survei dari perusahaan riset TrueData pada Februari lalu, penjualan tahunan makanan beku seperti pizza dan gratin meningkat 24 persen, dan makaroni naik 20 persen dibanding tahun sebelumnya. Sebaliknya, penjualan beras turun 10 persen.

“Permintaan terhadap makanan pokok pengganti beras meningkat,” demikian analisis TrueData.

Untuk mengatasi kekurangan pasokan, Jepang pun meningkatkan impor beras. Pada Februari 2025 saja, volume impor sudah mencapai hampir 40 persen dari total impor sepanjang tahun fiskal 2023.

Perubahan ini juga terasa di tingkat petani. Di Kota Kushima, Prefektur Miyazaki, seorang petani bernama Mori Michihiro kini fokus hanya menanam padi. Padahal sebelumnya, ia hanya menggunakan 10 persen lahannya untuk padi.

Dalam wawancaranya dengan NHK, Mori mengkritik kebijakan lama pemerintah yang membatasi produksi beras. Menurutnya, harga jual beras antara koperasi pertanian dan petani tidak mengalami kenaikan signifikan.

“Petani tidak mendapat banyak keuntungan dari situasi ini,” ujarnya. Ia menambahkan, biaya bahan bakar dan peralatan yang tinggi membuat keuntungan dari bertani padi makin sulit diraih.

Selain itu, banyak petani yang pensiun karena usia lanjut, sehingga kapasitas produksi tidak bisa ditingkatkan secara signifikan. “Produksi tidak akan bisa meningkat banyak,” katanya.

Namun, di tengah mahalnya harga beras, produsen jelai ketan justru meraih keuntungan. Perusahaan Hakubaku misalnya, melaporkan kenaikan penjualan selama 11 bulan berturut-turut hingga Maret. Mereka bahkan mulai mengoperasikan pabriknya pada hari Sabtu sejak 12 April untuk memenuhi lonjakan permintaan. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA