Di antaranya, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais), Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto; mantan Calon Gubernur (Cagub) Jakarta, Komjen Pol (Purn) Dharma Pongrekun, Ketua Umum Keluarga Besar (KB) Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (APTSI), Hendra Zon, Fahri Lubis dan lainnya.
Diskusi yang diprakarsai KB APTSI itu terlihat menyoroti kinerja hingga kebijakan Kabinet Merah Putih termasuk rencana program Koperasi Desa Merah Putih yang akan dibentuk di desa-desa.
Ketua Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Jawa Barat, Nurodi, yang hadir sebagai peserta diskusi tersebut mengajak semua pihak untuk mengawasi pembentukan hingga kinerja Koperasi Merah Putih.
Sebab, menurut dia, Kementerian Koperasi yang seharusnya menjadi leading sector dinilai belum terlalu maksimal dalam persiapan pembentukan Koperasi Merah Putih.
"Saat ini, seolah-olah pemerintah desa yang justru sibuk menyiapkannya, padahal ada kementerian khusus yang membidangi, jika kondisinya seperti ini maka kinerja menteri dan jajarannya dipertanyakan," jelas Nurodi.
Ia mengatakan, koperasi memiliki kekuatan besar dalam menyokong ekonomi kerakyatan, bahkan dapat menjadi kekuatan ekonomi yang mampu menyaingi kapitalisme.
Karenanya, jangan sampai program Koperasi Merah Putih yang alokasi anggarannya mencapai Rp400 triliun tersebut justru hanya memberikan manfaat bagi segelintir kalangan.
"Jadi, program ini harus dikawal bersama seluruh elemen masyarakat dari mulai pembentukan hingga kinerjanya, karena prinsip koperasi adalah memberikan manfaat seluas-luasnya bagi seluruh anggota," tandasnya.
Sementara Komjen Pol (Purn) Dharma Pongrekun yang menjadi narasumber dalam diskusi nasional itu menyoroti program Koperasi Merah Putih yang terkesan belum jelas sasaran marketnya.
Padahal, yang terpenting dalam pembuatan sesuatu termasuk program pemerintah ialah sasaran marketnya, karena jika belum jelas maka dipastikan bakal bubar akibat organisasinya tidak berjalan secara sehat.
"Kami menilai, dalam program ini target marketnya belum jelas, dan jika boleh memberikan saran maka menjadikan masyarakat sebagai market sekaligus marketingnya adalah kunci suksesnya," kata Dharma Pongrekun.
Selain itu, Koperasi Merah Putih juga dinilai tidak perlu membuat program simpan pinjam, tetapi cukup mempertemukan produsen, dan konsumen yang sekaligus menjadi marketing untuk promosi
Pihaknya meyakini, pola semacam itu membuat masyarakat akan mempromosikan produk-produk koperasi di lingkungan sekitarnya yang akhirnya penjualannya pun meningkat.
"Jadi, enggak perlu promosi lagi, kan, percuma promosinya besar-besaran, tetapi ujungnya enggak laku, dan bubar, sehingga menjadikan masyarakat sebagai konsumen sekaligus marketing adalah pilihan terbaik," ujar Dharma Pongrekun.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum KB APTSI, Hendra Zon, menyampaikan, paradigma di masyarakat yang cenderung kurang mempercayai koperasi akibat adanya simpanan pokok, simpanan wajib, hingga simpanan sukarela.
Istilah-istilah semacam itu membuat masyarakat berpandangan bahwa simpanan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil meski sebenarnya simpanan pokok merupakan modal awal untuk memulai usaha sebagai anggota koperasi.
"Seharusnya istilah simpanan tersebut diubah, misalnya, menjadi modal awal, iuran, dan sebagainya, sehingga dapat menghilangkan keraguan masyarakat terhadap koperasi yang selama ini terkesan lebih banyak beban dibanding hasilnya," pungkas Hendra Zon.
BERITA TERKAIT: