Laporan terkini dari sentimen eksternal yang berkembang menyebutkan, eskalasi perang tarif yang semakin panas terutama akibat langkah tegas dan keras China dalam menanggapi kebijakan Presiden AS Donald Trump. Pemerintahan Xi Jinping sebelumnya telah dengan tegas mengambil aksi balas dengan mengenakan tarif atas produk AS sebesar 34 persen.
Langkah China tersebut kemudian langsung menuai balas dari Trump yang bersiap mengenakan tarif tambahan sebesar 50 persen atas produk China hingga secara total impor asal China terhajar tarif sebesar 104 persen. Laporan terkait menyebutkan, hingga kini belum muncul upaya meredam eskalasi perang tarif dari dua negara raksasa perekonomian terbesar dunia itu. Bahkan pernyataan terkini Menteri Keuangan AD Scott Bessent menyebut langkah balasan China sebagai kesalahan sangat besar.
Menkeu Scott lebih jauh menyindir, pengenaan tarif oleh China sebagai tak berarti karena nilai ekspor AS ke China hanya sebesar seperlima dari ekspor China ke AS. Catatan juga menunjukkan, besaran defisit perdagangan AS-China yang menjulang sebesar $300 milyar di sepanjang 2024 lalu dan merupakan sepertiga dari total defisit perdagangan international AS.
Rangkaian sentimen terkini dari perang tarif Trump ini kembali menjadi menu sentimen utama bagi pelaku pasar di Asia dalam menjalani sesi perdagangan pertengahan pekan ini, Rabu 9 April 2025. Sikap pesimis akhirnya kembali hingga usai sempat reda di sesi perdagangan hari sebelumnya. Tekanan jual dalam taraf signifikan kembali mendera meski tak setajam pada sesi awal pekan . Kinerja Indeks di seluruh Asia akhirnya kembali jatuh dalam koreksi tajam.
Tinjauan juga memperlihatkan, kinerja Indeks yang konsisten menjejak zona penurunan tajam di sepanjang sesi sebagai cermin dari kukuhnya pesimisme pelaku pasar di Asia. Pantauan lebih jauh dari jalannya sesi perdagangan juga menyebutkan, pelaku pasar di Asia yang sempat tersita perhatiannya pada kebijakan Bank Sentral India, RBI yang memangkas suku bunga pinjaman sebesar 0,25 persen untuk kini berada di kisaran 6 persen. Namun sentimen dari India terkesan terlalu lemah di tengah badai sentimen perang tarif Trump-China.
Hingga sesi perdagangan berakhir, Indeks Nikkei (Jepang) ditutup longsor curam 3,93 persen di 31.714,03, sementara Indeks KOSPI (Korea Selatan) merosot 1,74 persen di 2.293,7 dan Indeks ASX 200 (Australia) terpangkas tajam 1,8 persen di 7.375,0.
Kemerosotan curam yang nyaris seragam di seluruh Asia terkesan memaksa pelaku pasar di Jakarta untuk bersikap realistis. Upaya melakukan rebound teknikal di awal sesi pagi akhirnya termentahkan dengan mudah untuk kembali menenggelamkan IHSG di zona merah. Tinjauan RMOL memperlihatkan, IHSG yang sempat mencetak penguatan lumayan tajam hingga sebesar 1,61 persen di awal sesi pagi dengan menjejak posisi 6.092,41.
Namun setelahnya IHSG secara perlahan dan konsisten mengikis penguatan untuk kemudian beralih ke zona pelemahan moderat hingga penutupan sesi pagi. IHSG kemudian semakin menapak pelemahan di sesi perdagangan sore, meski cenderung di rentang moderat.
IHSG akhirnya memungkasi sesi dengan merosot 0,47 persen di 5.967,98. Pantauan menunjukkan, kinerja merah IHSG yang kurang tercermin pada gerak bervariasi saham unggulan. Sejumlah besar saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan berakhir di zona positif, seperti: BMRI, BBCA, BBNI, TLKM, ASII, ADRO, UNTR, ISAT, ITMG, PGAS, BBTN, CPIN, PTBA dan INTP.
Sedang sejumlah saham unggulan lain, seperti: BBRI, INDF, ICBP, JPFA, UNVR dan SMGR tercatat kembali tersaruk di zona merah.
BERITA TERKAIT: