Usulan ini dilontarkan Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Alexander Barus, yang berkomitmen untuk menyukseskan hilirisasi nikel dan turunannya.
Saat ini FINI menghadapi sejumlah tantangan berat seperti harga yang sedang jatuh plus dampak dari perang dagang China-Amerika. Oleh karena itu, FINI memandang penundaan pemberlakuan kenaikan royalti akan menjadi insentif berharga untuk mendukung industri nikel dalam negeri bisa tetap eksis di tengah tantangan global.
"Untuk menjaga iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi nikel Indonesia di tengah situasi dunia yang tidak menentu, kami mengusulkan agar kenaikan royalti tidak dilakukan pada saat ini," ujar Alexander Barus, lewat keterangan resminya, Sabtu, 15 Maret 2025.
FINI memandang dukungan pemerintah dengan menunda pemberlakuan kenaikan royalti akan menimbulkan
multiplier effect yang positif. Selain mempertahankan iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi, sehatnya industri nikel juga akan memberi sumbangsih berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang maksimal.
"Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan PNBP sub sektor mineral dan batubara dengan mempertimbangkan tantangan saat ini, maka solusinya yaitu dengan memberlakukan tarif royalti saat ini, termasuk royalti batu bara IUPK dan PKP2B," papar Alexander.
Sebagai mitra pemerintah, FINI siap berdiskusi dengan seluruh pemangku kepentingan guna mendukung industri nikel tetap eksis. FINI pun optimistis dengan sinergi yang terjadi antara pelaku usaha bersama pemerintah akan semakin mendorong daya saing hilirisasi nikel Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah tengah menyelesaikan penyusunan draf peraturan pemerintah (PP) yang akan mengatur kenaikan tarif royalti mineral dan batubara (minerba). Aturan ini dinilai pelaku usaha keluar di saat yang sulit karena tantangan global dan harga komoditi yang sedang jatuh.
BERITA TERKAIT: